Panel Listrik Tenaga Surya Kunci Transisi Energi Terbarukan di Indonesia

Rabu, 12 Januari 2022 08:14 WIB

Penulis:Herlina

Editor:Herlina

0815151dreamstimelarge-21984550-2-780x390.jpg
panel surya (foto : istimewa)

JAKARTA,LyfeBengkulu- Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) saat ini sedang digodok di parlemen. Sejak RUU EBT dinyatakan masuk ke dalam Prolegnas Prioritas tahun 2021, banyak pihak berupaya mendorong agar RUU ini bisa segera disahkan. 

Pemerintah berkomitmen penuh mewujudkan Indonesia yang mengedepankan penyelenggaraan energi baru dan terbarukan. Sebagai bagian dari Rencana Strategis Energi Nasional menuju bauran energi baru dan terbarukan sebanyak 23 persen di tahun 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya untuk mendorong pemanfaatan panel tenaga surya di berbagai fasilitas publik. Ini langkah konkret yang dilakukan pemerintah dalam upaya transisi energi menuju energi terbarukan.

 “Pembangkit Listrik Tenaga Surya (atau PLTS) memang salah satu sumber energi terbarukan yang paling potensial untuk dimanfaatkan di Indonesia. Pertama, karena sumber energi terbarukan ini memiliki potensi teknis terbesar di Indonesia. Kedua, karena sangat scalable, sehingga memungkinkan untuk digunakan dari skala terkecil hingga besar. PLTS bisa diadopsi untuk skala residensial maupun bisnis dan industri. Ketiga, PLTS ini juga lebih padat energi dibanding sumber EBT lain, sehingga pemanfaatannya tidak membutuhkan lahan yang terlalu besar, dan penempatannya pun fleksibel,” kata Idoan Marciano, Peneliti, Spesialis Teknologi Energi & Kendaraan Listrik, Institute for Essential Services Reform (IESR). 

Ada banyak implementasi panel listrik tenaga surya yang sudah dikembangkan, mulai dari sumber listrik untuk green building sampai dengan sumber energi untuk penerangan lalu lintas dan fasilitas publik lainnya. 

Sumber Energi Green Building 

Transisi energi pada implementasi green building menjadi salah satu langkah konkret yang dilakukan pemerintah saat ini.  Masjid Istiqlal adalah salah satu contoh rumah ibadah dengan konsep green building yang memanfaatkan panel tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Masjid Istiqlal memiliki 504 unit modul solar dengan kapasitas masing-masing modul sebesar 325 WP (atau Watt Peak) yang dibuat sejak tahun 2019. 

Saat ini pasokan energi Panel Listrik Tenaga Surya di Masjid Istiqlal sudah memenuhi sekitar 16% dari total kebutuhan energi listrik. Namun, transisi menggunakan panel surya ini masih akan terus dikembangkan. Salah satunya melalui program wakaf energi yang mengajak publik untuk ikut berkontribusi meningkatkan kapasitas panel surya di Masjid Istiqlal. 

Dari pemanfaatan panel tenaga surya, pengelola Masjid Istiqlal bisa menghemat biaya operasional pembayaran listrik secara signifikan. “Pemanfaatan panel tenaga surya, kami gunakan untuk pengadaan listrik untuk operasional AC, lampu sampai dengan CCTV. Dari sisi pengadaan awal instalasi PLTS, biaya yang dikeluarkan saat itu cukup besar, akan tetapi setelah itu tidak ada biaya lainnya, paling hanya membersihkan panel saja. Rencananya kami akan meningkatkan kapasitas listrik dengan menambah instalasi PLTS. Sejauh ini, dengan pemanfaatan PLTS hasilnya sudah terlihat, misalnya, terkait penghematan penggunaan AC, setelah kita melakukan improvisasi pengaturan energi langsung turun biaya listrik sampai dengan 15 persen dan tentunya saja energi ini berasal dari sumber ramah lingkungan yakni matahari” kata Her Pramtama, Wakil Kepala Bidang Riayah Masjid Istiqlal

 “Masjid Istiqlal sudah melewati penilaian Masjid Ramah Lingkungan MUI (Ecomasjid). Tentunya prestasi ini didapat dari upaya renovasi gedung yang progresif untuk membuat gedung ibadah yang lebih ramah lingkungan,” kata Yodi Danusastro, Konsultan Green Building yang mendampingi Pengurus Masjid atau Building Management Masjid Istiqlal dalam proses sertifikasi green building dari MUI dan dari beberapa lembaga lainnya. 

Yodi menyampaikan, dalam konsep green building, bukan hanya dari pengadaan listriknya saja yang diperhatikan, tetapi juga faktor lainnya seperti pengelolaan sampah. “Tujuannya green building itu bukan hanya konsep untuk bangunannya saja, tetapi juga untuk orang-orang yang berada dalam gedung tersebut, bagaimana perilakunya, apakah sudah melakukan budaya ramah lingkungan? Oleh karena itu, di atas saklar pada gedung ini, ada himbauan hemat lampu, dan hemat air di WC juga ada. Jadi, kita berupaya agar pada saat para jamaah masuk ke Istiqlal, mereka sudah masuk ke lingkungan yang ramah lingkungan. Sampahnya dibuang ke tempat sampah, airnya tidak dibuang-buang, energinya juga dipantau oleh manajemen dan dilakukan audit,” jelasnya. 

Saat ini, selain rumah ibadah, pemerintah juga akan mengedepankan implementasi green building untuk kantor pemerintahan. Salah satunya adalah gedung utama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun, tentunya pelaksanaan implementasi green building sepatutnya tidak hanya berhenti di kantor pemerintahan dan rumah ibadah saja. 

“Sejauh ini, implementasi green building kebanyakan masih di tingkat pemerintah pusat. Kami tentunya berharap bukan hanya pemerintah pusat, tapi bisa meluas ke pemerintah daerah agar mereka bisa aktif untuk menginstall ini untuk kebutuhan listrik mereka. Bahkan pemerintah pusat bisa juga membuat semacam pilot project di berbagai kota di daerah, dan bisa saja dengan membuat kompetisi antar perkotaan atau kabupaten. Sehingga pemerintah daerah pun bisa berlomba-lomba untuk mengimplementasikan panel surya di gedung-gedung mereka,” kata Tenny Kristiana - Peneliti International Council on Clean Transportation (ICCT). 

Selain itu, masyarakat juga perlu memahami bahwa sumber listrik dari batubara seperti yang disediakan Perusahaan Listrik Negara (PLN), memperburuk kualitas udara sehingga sumber listrik harus segera dialihkan dan sosialisasi terkait manfaat dari tenaga surya juga perlu ditingkatkan. 

“Perlu adanya perubahan paradigma dan persepsi terkait panel surya ini. Di Indonesia, masyarakat yang mampu membeli PLTS kebanyakan masih belum mengetahui dan/atau belum menganggap ini sebagai sesuatu yang relevan dengan kebutuhan mereka. Saya pikir perlu ada gerakan literasi dari pemerintah agar masyarakat bisa melek akan manfaat PLTS, hal-hal teknis dan skema pembiayaan yang ada. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif finansial untuk masyarakat agar penerapan PLTS bisa lebih masif, mengingat bahwa harga yang terjangkau tetap menjadi faktor utama untuk beralih ke PLTS. Kenapa saya optimis? Karena saya melihat ke depannya harga PLTS pasti akan jadi lebih murah secara global. Diperlukan juga proyek percontohan agar orang bisa terdorong untuk mengadopsi pemanfaatannya. Harapannya adalah ketika masyarakat Indonesia melihat ada efek yang baik dari pemanfaatan PLTS mereka akan ikut menerapkannya,” kata Idoan Marciano. 

Fasilitas Publik 

Lebih jauh, pemanfaatan panel tenaga surya juga bisa digunakan untuk fasilitas publik di perkotaan. Misalnya penerangan jalan, penerangan taman sampai dengan operasional lampu lalu lintas. Kementerian ESDM sejauh ini juga sudah menggunakan penerangan jalan umum tenaga surya di 30 ribu titik yang menerangi jalan sepanjang 1.500 kilometer di 200 kabupaten/kota di Indonesia. 

Tentunya implementasi ini bisa memberi manfaat melampaui pelestarian lingkungan karena menjadi lebih hemat dari segi pembiayaannya. 

“Saat ke daerah saya melihat lampu-lampu jalan memiliki PLTS kecil di atasnya. Memang secara kelistrikan tidak besar, tapi ini sangat berarti. Tidak berhenti pada penerangan jalan saja, pemanfaatan PLTS bisa digunakan untuk fasilitas publik lainnya. Di Amerika, instalasi PLTS dilakukan di bandara JFK di parkirannya. Sementara di Washington DC, stasiun kereta mereka juga menggunakan instalasi PLTS. Di India, ada bandara yang keseluruhan operasionalnya sudah menggunakan listrik dari PLTS. Jadi aplikasinya ke depan akan banyak. Dari sisi ruang publik, mungkin yang bisa dilakukan adalah melakukan pemetaan ruang publik mana saja yang bisa banyak mendapatkan manfaat dari instalasi PLTS,” kata Tenny Kristiana. 

Selain penerangan jalan, tenaga surya juga bisa digunakan untuk lampu lalu lintas. Semisalnya di Surabaya. Kebijakan ini sengaja diambil Pemerintah Kota Surabaya untuk mencegah terjadi pemadaman luas akibat ketergantungan sumber energi batu bara. Kebijakan ini menjadi sejalan dengan hasil COP26 di Glasgow pada awal November 2021, untuk memperlambat secara bertahap penggunaan batu bara yang bisa menjadi pintu pembuka untuk transisi energi yang lebih ambisius di tahun-tahun mendatang. 

“Untuk mendorong ketertarikan konsumen terhadap PLTS yang bisa dilakukan adalah misalnya penggunaan PLTS di lingkup pemerintahan sehingga bisa menjadi contoh bagi sektor swasta dan juga pribadi,” tambah Idoan. 

Fasilitas Pendukung Transportasi Listrik

Sejauh ini, teknologi tenaga surya yang digunakan untuk penyelenggaraan transportasi publik yang berbasis listrik baru dilakukan China di Shenzhen. Khususnya untuk transportasi dalam kota. Salah satu tantangan terbesar dalam penyelenggaraan transportasi publik menggunakan tenaga surya adalah keterbatasan durasi operasional kendaraan. Tapi sebenarnya, tantangan ini bisa diatasi jika ketersediaan stasiun pengisian baterai kendaraan listrik menggunakan tenaga surya bisa diperluas. 

Rencananya, pemerintah akan membangun 900 ribu stasiun pengisian baterai dan 6 ribu fast charging station untuk kendaraan listrik sampai dengan 2035. 

“Ini yang menjadi perhatian utama kami agar upaya menggunakan kendaraan listrik jangan sampai malah mendorong peningkatan emisi karbon. Maksudnya, untuk sektor transportasi, listriknya sebisa mungkin dihasilkan dari energi terbarukan. Karena selama ini, listriknya masih mayoritas dari batu bara. Selain itu, kendaraan yang tidak bisa beralih ke kendaraan listrik bisa menggunakan bahan bakar alternatif seperti clean fuels,” kata Idoan. 

Charging station kendaraan listrik yang bersumber dari PLTS menjadi kunci implementasi kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.

 “Secara global, pemahaman akan pentingnya sumber energi yang terbarukan untuk kendaraan listrik sudah tinggi. Bahkan produsen kendaraan listrik dunia seperti Tesla dan Hyundai juga aktif mengedepankan pemanfaatan PLTS untuk produknya. Seperti misalnya dengan menjual paket kendaraan listrik dan PLTS untuk perangkat charging-nya. Ini menunjukkan pihak swasta juga bisa terlibat dalam mengedepankan pemanfaatan PLTS untuk charging kendaraan listrik,” kata Tenny. (bth/rls)