Puluhan Tahun Ditekan AS, Kuba Tunjukkan Ketahanan Ekonomi yang Mengejutkan

Jumat, 04 Juli 2025 12:52 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Kuba Berhasil Bertahan dari Embargo dari AS, Ini Strateginya
Kuba Berhasil Bertahan dari Embargo dari AS, Ini Strateginya

JAKARTA – Pemerintah China menyerukan kepada Amerika Serikat untuk segera mencabut sanksi ekonomi terhadap Kuba serta mengeluarkan negara tersebut dari daftar "negara sponsor terorisme". Seruan ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, dalam konferensi pers rutin sebagai tanggapan atas kebijakan terbaru AS terhadap Kuba.

Desakan tersebut muncul setelah kebijakan yang dirancang sejak era Presiden Donald Trump kembali diperkuat oleh pemerintah AS saat ini. China menilai bahwa sanksi yang telah berlangsung selama lebih dari enam dekade merupakan pelanggaran terhadap hak hidup rakyat Kuba dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar hubungan internasional. 

"Mencabut sanksi terhadap Kuba dan menghapusnya dari daftar 'negara sponsor terorisme' merupakan seruan umum dari masyarakat internasional," jelas Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Mao Ning, dikutip Antara, 3 Juli 2025.

China juga menyatakan dukungannya terhadap pilihan jalur pembangunan yang ditempuh oleh Kuba, yang dinilai sesuai dengan kondisi nasional mereka.

Sejarah Panjang Embargo AS terhadap Kuba

Embargo ekonomi Amerika Serikat terhadap Kuba secara resmi dimulai antara tahun 1960 hingga 1962, sebagai respons atas langkah nasionalisasi aset-aset milik perusahaan AS oleh pemerintahan revolusioner Fidel Castro. 

Pada tahun 1960, AS mulai membatasi impor utama dari Kuba, terutama gula, sebagai komoditas ekspor utama negara tersebut. Kemudian, pada tahun 1961, AS memutuskan hubungan diplomatik dengan Kuba dan mendukung invasi bersenjata ke Teluk Babi yang akhirnya gagal. 

Pada tahun berikutnya, embargo total diberlakukan melalui Undang-Undang Perdagangan dengan Musuh (Trading with the Enemy Act) dan diperkuat dengan embargo senjata. 

Tekanan semakin diperketat melalui Torricelli Act (1992) dan Helms-Burton Act (1996), bahkan terhadap negara ketiga yang menjalin bisnis dengan Kuba. Meski pada masa pemerintahan Obama sempat terjadi pelonggaran hubungan antara kedua negara, kebijakan tersebut kembali diperketat oleh Trump dan sebagian dipertahankan oleh pemerintahan Biden. 

Pemerintah Kuba menyebutkan bahwa kerugian akibat embargo tersebut telah mencapai lebih dari US$130 miliar hingga tahun 2020. Dampaknya terasa dalam kelangkaan obat-obatan, krisis bahan bakar, keterbatasan teknologi, serta isolasi finansial karena larangan transaksi menggunakan dolar AS.

Cara Kuba Bertahan: Dari Soviet ke Diplomasi Medis

Meskipun terus ditekan oleh embargo, Kuba mampu bertahan dengan strategi adaptif dan kerja sama internasional. Pada masa Perang Dingin, Uni Soviet menjadi penyokong utama ekonomi Kuba dengan suplai minyak murah dan bantuan miliaran dolar per tahun hingga keruntuhan USSR pada tahun 1991. 

Pasca era Soviet, Kuba menjalin hubungan erat dengan negara-negara seperti Venezuela, China, Rusia, dan Iran, serta tergabung dalam ALBA, aliansi Amerika Latin yang menolak dominasi AS. 

Kuba juga mengembangkan pertanian urban organik yang dikenal sebagai Organopónicos untuk mengatasi krisis pangan dan kelangkaan pupuk. Selain itu, sektor pariwisata berkembang menjadi sumber devisa utama, dengan wisatawan dari Eropa dan Kanada sebagai pasar utama. 

Pemerintah juga memberlakukan sistem ekonomi paralel dengan dua jenis mata uang (Peso Nasional dan CUC untuk turis) serta mengandalkan remitansi dari diaspora Kuba, terutama di AS. Dalam beberapa tahun terakhir, Kuba mulai mengizinkan usaha kecil dan koperasi untuk meningkatkan produktivitas serta mengurangi beban negara.

Kuba, Penghasil Dokter Kelas Dunia

Reputasi Kuba sebagai penghasil dokter kelas dunia berasal dari sistem pendidikan dan kesehatan yang dirancang berbasis sosialisme dan solidaritas. Pemerintah Kuba menyediakan pendidikan tinggi secara gratis, termasuk bagi mahasiswa asing di Escuela Latinoamericana de Medicina (ELAM), yang dikenal sebagai salah satu sekolah kedokteran paling inklusif di dunia. 

Para mahasiswa kedokteran diwajibkan menjalani pelatihan berbasis komunitas di daerah terpencil, yang memperkuat pengalaman praktik dan kedekatan sosial. 

Sejak 1960-an, Kuba menjalankan diplomasi medis dengan mengirimkan ribuan dokter ke negara-negara mitra seperti Aljazair, Venezuela, dan bahkan Italia saat pandemi COVID-19. 

Pada masa krisis Ebola tahun 2014, dokter Kuba merupakan tim pertama yang tiba di Afrika Barat. Di sisi riset, Kuba mengembangkan vaksin COVID-19 bernama Abdala serta obat kanker inovatif bernama CIMAvax. Pemerintah juga mengalokasikan hingga 10% dari PDB untuk sektor kesehatan, jauh melampaui proporsi di banyak negara lain.

Bahkan, berdasarkan data WHO tahun 2023, Kuba memiliki rasio 8,4 dokter per 1.000 penduduk, tertinggi di dunia, melampaui bahkan negara-negara maju seperti Norwegia dan Jerman.

Meski sistem kesehatan Kuba diakui dunia, sejumlah kontroversi tetap menyertainya. Pemerintah Kuba memotong hingga 75% gaji dokter yang dikirim ke luar negeri, sehingga menimbulkan keluhan dan gelombang pembelotan. 

Pada tahun 2022, setidaknya 1.300 dokter Kuba dilaporkan melarikan diri dan menetap di Amerika Serikat. Di dalam negeri, meskipun tenaga medis melimpah, rumah sakit masih mengalami kekurangan peralatan dan pasokan dasar karena dampak embargo dan keterbatasan anggaran negara.

Kuba telah membuktikan kemampuannya bertahan di bawah tekanan ekonomi terpanjang dalam sejarah modern berkat kombinasi solidaritas sosial, aliansi strategis, dan sistem layanan publik berbasis negara. 

Meskipun tantangan tetap ada, seperti pembatasan kebebasan sipil dan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri, Kuba menunjukkan ketangguhan dalam mempertahankan kedaulatan dan martabat nasional. 

Pendidikan, kesehatan, dan diplomasi menjadi pilar penting dalam strategi bertahan. Reputasi dokter Kuba sebagai tenaga medis unggul di panggung internasional menjadi bukti keberhasilan pendekatan sosial yang fokus pada keadilan akses dan solidaritas globa

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 03 Jul 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 04 Jul 2025