ASEAN vs Tarif Impor Trump: Siapa yang Bisa Bertahan?
JAKARTA—Baru-baru ini, dikabarkan bahwa ASEAN segera menggelar pertemuan dengan negara anggotanya menyikapi tarif resiprokal atau timbal balik yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Sejumlah pengamat menyarankan negara ASEAN, termasuk Indonesia, menahan diri untuk membalas tarif impor tinggi yang diterapkan Negeri Paman Sam.
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, mengaku telah menghubungi sejumlah pemimpin negara ASEAN, termasuk Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan PM Thailand Paetongtarn Shinawatra untuk membahas tarif impor AS. Anwar juga berkomunikasi dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., dan PM Singapura Lawrence Wong.
Sebagai informasi, Malaysia memegang keketuaan ASEAN saat ini. Anwar Ibrahim mengatakan pertemuan penting untuk menciptakan kesepakatan bersama antarnegara anggota ASEAN dalam merespons kebijakan tarif impor AS.
- BRI Dorong Pengusaha Aksesori UMKM untuk Temukan Pasar Global Lewat UMKM EXPO(RT)
- BRI Bantu Warga Jalani Arus Balik, Siapkan Posko BUMN di Bandara dan Rest Area Tol
- Produk Unici Songket Silungkang Sukses Mendunia, BRI Dorong Produk UMKM Tembus Pasar Global
“Kami (Malaysia) memang terdampak, meskipun tarifnya tinggi, tapi masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Karena itu, kami memutuskan berkonsultasi dengan rekan-rekan (negara ASEAN),” ujar Anwar, dikutip dari Bernama, Sabtu, 5 April 2025.
Prabowo sendiri telah membagikan pembicaraannya dengan Anwar dan beberapa pimpinan negara ASEAN lain di akun Instagram @prabowo.gibran2. Dalam unggahan tersebut, Prabowo berbicara dengan pemimpin negara Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei melalui sambungan telepon mengenai upaya untuk menghadapi kebijakan tarif Trump.
Perlu Langkah Taktis
Diketahui, Indonesia menyiapkan sejumlah langkah untuk merespons kebijakan AS. “Indonesia telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku pemegang Keketuaan ASEAN untuk mengambil langkah bersama mengingat sepuluh negara ASEAN seluruhnya terdampak pengenaan tarif AS,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri.
Peneliti senior tamu di ISEAS-Yusuf Ishak Institute Singapura, Jayant Menon, memandang negara-negara ASEAN perlu bertindak taktis dalam merespons tarif impor tinggi AS. Dia tak menyarankan langkah balasan lantaran hal itu bakal semakin merugikan negara ASEAN.
“Negara-negara ASEAN harus menahan godaan untuk membalas, terutama karena tarif impor lebih merugikan negara yang memberlakukannya daripada negara lain. Ini adalah respons yang tepat dari sudut pandang ekonomi, tetapi situasinya mungkin berbeda secara politik,” ujar Menon, dikutip dari CNA.
Menon menyebut ASEAN harus mengoordinasikan tanggapan jika hal itu diperlukan secara politis. “Ada bobot dalam jumlah,” ujarnya. CEO perusahaan penasihat keuangan global deVere Group, Nigel Green, menilai tarif impor tinggi akan membuat harga ribuan barang kebutuhan sehari-hari naik. "Hal ini akan memicu inflasi di saat inflasi sudah sangat parah,” ujarnya, dikutip dari The Guardian.
Dia menyebut kebijakan tarif impor tinggi pada akhirnya hanya akan mengancam lapangan kerja, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan mengisolasi AS dari sistem perdagangan global yang dipelopori.
Baca Juga: Langkah yang Harus Diambil Pemerintah Atas Tarif Timbal Balik AS ke Indonesia
Sementara itu, Ketua kelompok fraksi (Kapoksi) PDIP Komisi XI DPR RI, Harris Turino, menganggap kebijakan tarif impor lebih bersifat alat negosiasi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan AS yang defisit.
“Hal ini diperkirakan bersifat temporer dan hanya akan digunakan untuk menegosiasikan tarif dagang yang lebih berimbang terhadap mitra, bukan sebagai keputusan permanen yang akan menyengsarakan rakyat Amerika sendiri pada gilirannya;” kata Harris dalam keterangan resminya.
Ia mendorong pemerintah segera mengambil langkah strategis seperti pemetaan data. “Ini hal esensial yang perlu dijelaskan oleh tim negosiator Indonesia ketika membahas tarif secara bilateral dengan pihak Amerika. Kata kuncinya adalah data, bukan sekadar asumsi semata,” ujarnya.
Diketahui, Donald Trump menjatuhkan tarif timbal balik ke negara-negara ASEAN dengan besaran yang berbeda-beda. Tarif resiprokal AS untuk Indonesia sebesar 32%, Malaysia 24%, Vietnam 46%. Kamboja 49%, Singapura 10%, dan Filipina 17%. Adapun Thailand dikenakan tarif timbal balik sebesar 36%, Laos 48%, Brunei 24%, dan Timor Leste 10%.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 06 Apr 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 08 Apr 2025