Fakta Menarik Paul Biya, Presiden 92 Tahun yang Tak Tergoyahkan di Kursi Kekuasaan

Redaksi Daerah - Rabu, 29 Oktober 2025 16:50 WIB
Profil Paul Biya, Presiden 92 Tahun yang 4 Dekade Jadi Penguasa Kamerun

JAKARTA — Paul Barthélemy Biya’a bi Mvondo, lahir pada 13 Februari 1933 di Mvomeka’a, Kamerun Prancis, kembali menjadi sorotan internasional setelah berhasil memenangkan Pemilihan Presiden Kamerun 2025.

Di usianya yang ke-92 tahun, Biya resmi menjabat untuk kedelapan kalinya, memperpanjang masa kekuasaannya yang telah berlangsung lebih dari 43 tahun. Hal ini menegaskan posisinya sebagai salah satu pemimpin tertua dan paling lama berkuasa di dunia modern.

Mengutip Encyclopaedia Britannica, Biya berasal dari keluarga Katolik, putra dari Etienne Mvondo Assam dan Anastasie Eyenga Elle. Ia menempuh pendidikan di Kamerun hingga 1956 sebelum melanjutkan studi ilmu politik dan hukum di Prancis.

Setelah kembali ke tanah air pada awal 1960-an, ketika Kamerun baru merdeka, karier politik Biya berkembang pesat. Ia menempati sejumlah jabatan penting di pemerintahan dan pada Juni 1975 diangkat sebagai Perdana Menteri.

Ketika Presiden pertama Kamerun, Ahmadou Ahidjo, mengundurkan diri pada November 1982, Biya ditunjuk sebagai penerus sah. Namun, hubungan keduanya memburuk akibat perebutan kendali partai dan pengaruh politik.

Konsolidasi Kekuasaan dan Perubahan Politik

Pada awal pemerintahannya, Biya sempat menunjukkan keterbukaan terhadap demokrasi. Namun, kudeta gagal pada April 1984 menjadi titik balik yang memperkuat kontrolnya terhadap negara dan militer.

Setahun kemudian, ia mengganti partai tunggal UNC menjadi Cameroon People’s Democratic Movement (CPDM) yang hingga kini masih menjadi partai penguasa.

Dalam dua pemilu pertama (1984 dan 1988), Biya menjadi satu-satunya kandidat. Tekanan publik pada awal 1990-an mendorong pemerintah membuka sistem multipartai, tetapi pemilu tetap berlangsung dengan kondisi yang menguntungkan petahana.

Sejak pemilu multipartai pertama pada 1992, Biya selalu memenangkan setiap kontestasi berikutnya 1997, 2004, 2011, dan 2018 meski diwarnai tuduhan kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Pada 2008, ia mengamendemen konstitusi untuk menghapus batas masa jabatan presiden, membuka jalan bagi kekuasaan tanpa batas waktu.

Krisis Ekonomi dan Korupsi yang Mengakar

Perekonomian Kamerun sempat terpuruk pada 1980-an akibat kejatuhan harga komoditas. Pemerintah menjalankan program restrukturisasi bersama IMF sejak 1987, namun pemulihan berjalan lambat.

Korupsi yang meluas mendorong pembentukan komisi antikorupsi pada 2006, tetapi efektivitasnya dianggap minim.

Meski kaya sumber daya alam seperti minyak dan kakao, sekitar sepertiga penduduk Kamerun masih hidup di bawah dua dolar AS per hari.

Dalam dua dekade terakhir, pemerintahan Biya juga dihadapkan pada berbagai krisis keamanan. Sengketa wilayah Bakassi dengan Nigeria baru diselesaikan melalui keputusan Mahkamah Internasional pada 2002.

Sejak 2013, negara ini menghadapi ancaman dari kelompok ekstremis Boko Haram di wilayah utara, yang memaksa Kamerun bergabung dalam operasi keamanan regional.

Selain itu, konflik Anglophone di wilayah berbahasa Inggris sejak 2016 terus berlanjut. Pada 2017, kelompok separatis mendeklarasikan negara “Ambazonia”, memicu perang gerilya yang telah menewaskan ribuan orang dan mengungsikan lebih dari 700.000 warga.

Dialog nasional pada 2019 memberikan status khusus bagi dua wilayah tersebut, namun belum menghasilkan solusi permanen.

Gaya Kepemimpinan dan Spekulasi Suksesi

Selama menjabat, Biya dikenal tertutup dan jarang tampil di publik. Ia kerap menghabiskan waktu berbulan-bulan di luar negeri, terutama di Swiss dan Prancis.

Spekulasi mengenai kesehatannya berulang kali mencuat. Pada 2024, rumor kematiannya sempat beredar luas, namun dibantah oleh pemerintah. Biya kemudian muncul di hadapan publik pada akhir Oktober tahun itu untuk membuktikan dirinya masih aktif memimpin.

Minimnya regenerasi politik memperkuat kecemasan publik, terutama karena pengaruh elite di sekitar istana dinilai sangat dominan dalam menentukan arah negara.

Pemilu 2025 dan Masa Depan Kamerun

Pada Juli 2025, Biya mengumumkan kembali pencalonannya. Pemilu digelar pada 12 Oktober 2025 dalam situasi politik relatif damai, meski dipenuhi tuduhan intervensi institusi negara.

Kandidat oposisi utama Maurice Kamto didiskualifikasi melalui keputusan pengadilan. Tokoh lain, Tchiroma Bakary, kemudian menjadi figur oposisi konsensus, namun kekuatan oposisi terpecah menjadi 11 kandidat.

Hasil resmi yang diumumkan pada 27 Oktober 2025 menyatakan Biya meraih 53,66% suara. Bakary menolak hasil tersebut dan mengklaim memenangkan 54%, memicu gelombang protes yang berujung bentrok dengan aparat dan menewaskan sedikitnya empat orang.

Kemenangan Biya memperpanjang kekuasaannya yang telah berlangsung lebih dari empat dekade. Namun, stabilitas Kamerun tetap rapuh. Kemiskinan, konflik bersenjata, dan ketidakpastian politik masih menjadi tantangan utama, sementara pertanyaan besar terus menggantung:
apa yang akan terjadi pada Kamerun setelah Paul Biya?

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 28 Oct 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 29 Okt 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS