Fintech Indonesia Tertinggi Kedua, Edukasi Keuangan Jadi Krusial

Herlina - Selasa, 13 Desember 2022 11:31 WIB
ilustrasi (freepik.com)

YOGYAKARTA,LyfeBengkulu.com- Nilai transaksi sektor fintech Indonesia tertinggi kedua di antara negara-negara G20. dengan Compounded Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 39%. Ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu menyikapi masa pandemi Covid-19 secara progresif sebagai momentum akselerasi digitalisasi sektor jasa keuangan di Indonesia. Seperti disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Johnny G. Plate dalam sambutannya saat menghadiri 4th Indonesia Fintech Summit (IFS), Senin (12/12).

"Meskipun terjadi penurunan aliran pendanaan start-up digital di wilayah Asia mencapai 60% year-on-year dan 33% quarter-to-quarter pada triwulan ke-III tahun 2022. Fintech is here to stay with a bright future, terlepas dari tech winter. Dengan CAGR sebesar 15% tahun 2022 hingga 2027 prognosisnya, nilai transaksi sektor fintech global diperkirakan mencapai USD28 triliun pada 2027. Kondisi optimistik ini turut dialami atau diproyeksikan oleh sektor fintech Indonesia. Nilai transaksi kotor/gross transaction valuesektor digital payment berada di kisaran USD266 miliar dan diproyeksikan akan mencapai sekitar USD431 miliar pada 2025 dengan CAGR 17%," kata Johnny.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyampaikan apresiasi kepada regulator, asosiasi terkait, dan industri terhadap implementasi berbagai inisiatif Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 yang begitu cepat mendigitalkan ekonomi Indonesia. Atas hal tersebut, dalam Presidensi G20 2022, dunia telah mengakui transformasi digital Indonesia. Dalam Presidensi tersebut, terdapat kesepakatan cross border payment, sehingga diperkirakan enam tahun ke depan pembayaran antar negara akan semakin erat, cepat, murah, dan aman. Selain itu, telah disepakati desain konseptual untuk Central Bank Digital Currency (CDBC) untuk mendorong transaksi cross border serta inklusi keuangan yang mendukung UMKM, kaum muda dan perempuan.

"Hal yang terpenting dalam digitalisasi adalah aktivitas, risiko, dan regulasi serta supervisi. Let's digitalize Indonesia for better future," kata Gubernur Perry.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara mengatakan pesatnya transformasi digital di sektor jasa keuangan tersebut tentunya harus tetap mendukung stabilitas sistem keuangan.

“Untuk itu, OJK akan terus melakukan penyempurnaan kebijakan yang akomodatif dalam memitigasi risiko terkait digital. Selain itu, inovasi digital harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan memiliki kerangka manajemen risiko yang andal. Kebijakan tersebut untuk memastikan level playing field di sektor jasa keuangan dan meminimalisir regulatory arbitrage di sektor jasa keuangan serta dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen dan pengembangan ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan berdaya tahan,” pungkasnya. (**)

Editor: Herlina
Tags ojkfintechBagikan

RELATED NEWS