Jawab Tantangan Pendidikan Indonesia Melalui RUU Sisdiknas
JAKARTA,LyfeBengkulu.com- Kesenjangan hasil belajar, relevansi pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan di masyarakat menjadi tantangan besar dunia pendidikan. Hal itu disampaikan Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unika Widya Mandala Surabaya, Anita Lie dalam Diskusi Publik IndoSDGs: RUU Sisdiknas Harapan Baru Sistem Pendidikan Nasional, Sabtu (26/2). Acara itu dilaksanakan oleh IndoSDG's melalui Zoom dan siaran langsung Youtube.
Anita melanjutkan, saat ini dunia sudah berubah. Dibuktikan banyak pekerjaan yang digantikan robot. Sekolah-sekolah masih mengajarkan keterampilan yang sudah dilakukan oleh robot. Maka diperlukan inovasi di sistem pendidikan nasional.
"Inovasi-inovasi yang diperlukan butuh payung hukum. Sistem pendidikan di negara manapun perlu bertransformasi dengan cepat," ujar dia.
- Beasiswa LPDP Kembali Dibuka. Berikut Informasi Lengkapnya
- Tren Kerja Jarak Jauh, Awas Ancaman Keamanan Siber Mengintai
- Prabu Hadirkan Musik dengan Berbagai Genre
Terkait isu kesetaraan, Anita mengatakan hal itu masih menjadi persoalan dalam dunia pendidikan. Banyak anak di Indonesia yang belum pintar. Menurut dia, jika ingin menutup achievment gap, bukan level atas yang diturunkan.
"Biarkan anak yang sudah meraih level atas dalam skor Programme for International Student Assessment (PISA) menjadi contoh. Maka kesetaraan bisa terwujud jika yang level bawah dinaikkan," kata dia.
Sistem Pendidikan
Dalam acara itu, Anita memberikan beberapa masukan untuk Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Pertama, investasi pada pendidikan usia dini.
"Interpretasi saya, pendidikan usia dini (PAUD) belum menjadi bagian wajib belajar. Studi-studi menunjukkan investasi yang memiliki jangka panjang yaitu saat usia dini, karena krusial," jelas dia.
Kedua, kesetaraan dalam kesempatan untuk memperoleh pelayanan pendidikan bermutu dan keberpihakan pelajar yang terpinggirkan. Hal itu ditujukan kepada pendidikan inklusif dan layanan afirmatif kepada kelompok marjinal.
Ketiga, profil pelajar Pancasila menjadi acuan proses pendidikan pada semua jalur. Hal itu dikarenakan pendidikan menjadi pengikat negara masa kini dan yang akan datang.
"Lewat pendidikan, pola pikir, sikap, dan wawasan kebangsaan dibentuk. Jika negara tidak bisa mengendalikan ideologi-ideologi yang berseliweran lewat jalur pendidikan, maka ideologi apapun bisa diajarkan kepada anak-anak kita. Jadi perlu ada profil pelajar Pancasila di semua jalur pendidikan," tutur dia.
Selain itu, pendidik wajib menghargai perbedaan agama, suku, ras, adat, dan budaya. Kemudian tidak memaksakan kehendak yang bertentangan dengan latar belakang pelajar. Anita berharap RUU Disdiknas menjadi payung hukum inovasi pendidikan di Indonesia. Kemudian naskah akademik dilandasi semangat kebangsaan inklusif dan bermodal wawasan intelektual tokoh bangsa dan mondial.
"Saya juga berharap bisa mengatasi disrupsi yang sedang kita alami dan membawa perubahan. Juga membuat pendidikan yang memerdekakan," pungkas dia. (**)