Menguak Apa Itu Industri Padat Karya yang Pekerjanya Bebas PPh

Redaksi Daerah - Rabu, 18 Desember 2024 15:39 WIB
Mengenal Apa Itu Industri Padat Karya yang Pekerjanya Dibebaskan dari PPh

JAKARTA - Pemerintah RI baru-baru ini secara resmi mengumumkan adanya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen di 2025. Namun pemerintah juga memberikan bantalan insentif untuk pekerja bergaji Rp4,8 juta hingga Rp10 juta dibebaskan Pajak Penghasilan (PPh), khusus industri padat karya.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pembebasan PPh tersebut diberikan pemerintah demi menjaga daya beli di tengah kenaikan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

"Pemerintah memberikan insentif PPH pasal 21 ditanggung oleh pemerintah, yaitu yang gajinya sampai 10 juta," kata Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

Apa Itu Industri Padat Karya?

Industri padat karya mekanisme produksi dalam industri yang lebih menekankan pada penggunaan tenaga kerja dalam jumlah besar untuk menghasilkan barang atau jasanya. Tingkat intensitas tenaga kerja biasanya diukur secara proporsional dengan jumlah modal yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa.

Semakin tinggi proporsi biaya tenaga kerja yang dibutuhkan, semakin padat karya bisnis. Industri padat karya mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di suatu daerah.

Industri padat karya telah mengambil peranan penting dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun juga terdapat beberapa kekurangan yang menjadikan proses produksi tidak efektif dan efisien jika dibandingkan industri padat modal yang menggunakan mesin canggih.

Jika dilihat dari Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 51/M-IND/PER/10/2013 tahun 2013 tentang Definisi Dan Batasan Serta Klasifikasi Industri Padat Karya Tertentu.

Definisi industri padat karya tertentu adalah industri yang memiliki tenaga kerja paling sedikit 200 orang dengan persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15%.

Jika dilihat dari jenis industri padat karya tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, meliputi industri makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan barang kulit, industri alas kaki, industri mainan anak dan industri furnitur.

PPN 12 Persen

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah resmi menaikkan tarif PPN menjadi 12%. Tarif tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025.

Untuk menjaga daya beli masyarakat, Airlangga menyatakan pemerintah juga akan menyiapkan skema fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). PPN DTP sebesar 1% akan diberikan untuk produk seperti tepung terigu, minyak goreng curah, dan gula industri.

Airlangga menjelaskan ketiga barang tersebut tidak hanya dikonsumsi masyarakat, tetapi juga mendukung sektor industri. Gula industri menopang industri pengolahan makanan dan minuman cukup tinggi yaitu 36,3%, (PPN-nya) juga tetap 11%.

Namun, ada beberapa barang dan jasa yang akan mendapatkan fasilitas pembebasan PPN atau dikenakan tarif PPN 0%. Airlangga menjelaskan, fasilitas bebas PPN ini diberikan kepada barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting.

Airlangga menjelaskan, rincian bahan kebutuhan pokok yang dibebaskan dari tarif PPN diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Beberapa di antaranya meliputi beras, daging, ikan, telur, sayuran, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, serta pemakaian air.

“Minyak curah, kemudian tepung terigu, dan gula industri, jadi masing-masing tetap 11%. 1% ditanggung pemerintah,” jelasnya. dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 17 Dec 2024

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 18 Des 2024

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS