MLM Skincare: Cuan Cepat atau Jebakan Manis?
JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, industri skincare di Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Selain mengandalkan distribusi melalui toko ritel dan platform e-commerce, strategi pemasaran Multi-Level Marketing (MLM) juga menjadi salah satu metode yang banyak diminati oleh pelaku usaha maupun konsumen.
Dengan mengutip dari berbagai situs resmi produsen skincare dan jurnal penelitian dari STAI Al Musaddadiyah dan Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga, artikel berikut akan membahas secara komprehensif tentang strategi bisnis MLM skincare, mulai dari konsep dan mekanisme, studi kasus merek-merek yang telah menerapkannya, analisis keuntungan dan risiko bagi distributor maupun konsumen, hingga regulasi dan pengawasan pemerintah yang mengatur model bisnis ini.
- BRI Dukung UMKM Lokal, Batik Parang Kaliurang Makin Jadi Andalan
- 5 Manfaat Mengejutkan dari Menerapkan Gaya Hidup Slow Living
- Simak Cara Dapat Diskon Tarif Listrik Mulai 5 Juni 2025
Konsep dan Mekanisme Bisnis MLM dalam Sektor Skincare
Multi-Level Marketing (MLM) adalah metode pemasaran berjenjang di mana seorang distributor tidak hanya mendapat komisi dari penjualan produknya sendiri, tetapi juga dari penjualan para “downline” (anggota yang direkrut oleh distributor tersebut). Produk utama bisa berupa kosmetik, suplemen, hingga perawatan kulit (skincare).
Secara lebih rinci, mekanisme bisnis MLM di sektor skincare bekerja sebagai berikut:
1. Pendaftaran dan Pembelian Awal
Seorang calon distributor melakukan pendaftaran dengan membayar biaya registrasi dan membeli paket produk awal (starter kit). Paket ini berisi berbagai produk skincare yang nantinya akan dijual kembali kepada konsumen maupun direkomendasikan ke jaringan downline.
2. Pengembangan Jaringan (Recruitment)
Distributor bertugas merekrut downline untuk memperluas jaringan. Setiap kali downline berhasil melakukan pembelian atau menjual produk, upline (orang yang merekrut) mendapatkan persentase bonus berdasarkan skema kompensasi yang telah ditetapkan perusahaan. Semakin besar dan kuat jaringan downline, potensi bonus bagi upline juga semakin tinggi.
3. Kompensasi Berjenjang
Skema kompensasi MLM terdiri dari beberapa jenjang atau level. Distributor dapat memperoleh komisi langsung (langsung dari penjualan sendiri), bonus rekrutmen, bonus tim (berdasarkan volume penjualan seluruh jaringan), hingga insentif lain seperti perjalanan, hadiah, atau penghargaan untuk pencapaian tertentu.
4. Pendapatan Pasif (Residual Income)
Seiring waktu, jika downline berhasil membangun jaringan mereka sendiri, upline akan terus mendapatkan imbal hasil (residual income) dari penjualan produk yang dilakukan downline—selama downline tersebut masih aktif. Sistem ini yang sering kali menjadi daya tarik utama bagi calon distributor yang ingin memperoleh penghasilan pasif.
Studi Kasus Merek Skincare yang Menggunakan Model MLM
Beberapa merek skincare lokal maupun internasional di Indonesia telah menerapkan model MLM. Berikut beberapa contoh yang cukup menonjol:
1. Nu Amoorea
Nu Amoorea adalah salah satu merek skincare yang beroperasi dengan sistem MLM di Indonesia. Produk utamanya berbahan dasar lumpur hitam yang diklaim memiliki manfaat untuk perawatan kulit wajah dan tubuh. Sistem distribusinya mengadopsi skema berjenjang di mana distributor dapat memperoleh bonus dari hasil penjualan downline hingga level tertentu.
2. Jafra Cosmetics
Jafra Cosmetics Internasional, yang beroperasi sejak 2013 di Indonesia, menjual lebih dari 700 produk mulai dari perawatan kulit, wewangian, hingga toiletries melalui jaringan “Konsultan Jafra”. Distributor mendaftar dengan biaya pendaftaran sekitar Rp299.000 dan mendapatkan harga khusus untuk paket awal. Karena hanya dipasarkan lewat konsultan, harga produk Jafra cenderung lebih tinggi dibandingkan kosmetik ritel biasa, namun para konsultan memperoleh komisi langsung dari setiap penjualan serta bonus tambahan apabila berhasil mengembangkan jaringan.
3. NaturaWorld
NaturaWorld, di bawah PT Natura Prima Beauty, mulai tersebar ke lebih dari 30 provinsi sejak 2014. Merek ini menawarkan produk seperti Beauty Spray, Lip Matte, dan aloe vera dalam sistem MLM. NaturaWorld mempromosikan potensi penghasilan hingga Rp90 juta per bulan bagi distributor aktif dan memberi reward khusus untuk pencapaian tertentu, termasuk repeat order reward hingga Rp400 juta bagi distributor yang memenuhi syarat. Skema ini menarik minat banyak calon distributor, meski persaingan di pasar MLM kosmetik cukup ketat.
4. Sabun Auva
Sabun Auva adalah rebranding dari sabun Gove dan mulai resmi dipasarkan pada 2020 melalui skema MLM. Meskipun produk ini sering ditemui di e-commerce, pemasaran utamanya tetap lewat jaringan distributor. Informasi seputar struktur bonus dan detail kompensasi relatif terbatas, sehingga calon distributor perlu berhati-hati dan memastikan legalitas produk serta transparansi skema kompensasi sebelum bergabung.
5. Oriflame
Oriflame, meski dikenal sebagai perusahaan kosmetik global, juga memiliki lini produk skincare. Sejak 1986 di Indonesia, Oriflame mengadopsi sistem “Penjualan Langsung Berjenjang Syariah” yang telah tersertifikasi oleh Dewan Syariah Nasional MUI (PLBS). Distributor (disebut Brand Partner) menjual produk-produk Oriflame dengan komisi berjenjang, serta mendapatkan sertifikasi halal dan status PLBS sebagai nilai tambah bagi konsumen Muslim. Pendaftaran brand partner mensyaratkan biaya tertentu, dan distribusi bersifat sentral dengan kontrol ketat agar semua produk terdaftar di BPOM dan bersertifikat halal.
Keuntungan dan Risiko bagi Distributor
Model MLM menawarkan berbagai keuntungan bagi distributor yang berhasil membangun jaringan kuat, namun juga memiliki sejumlah risiko yang perlu diwaspadai:
Keuntungan Distributor
1. Potensi Penghasilan Besar
Distributor yang mampu merekrut banyak anggota dan mendorong penjualan melalui jaringan dapat memperoleh komisi berjenjang yang signifikan. Bonus tim dan insentif tambahan dapat menambah pendapatan lebih besar, bahkan mencapai puluhan juta rupiah per bulan pada beberapa merek.
2. Fleksibilitas Waktu dan Lokasi
Sebagian besar aktivitas penjualan dan merekrut anggota dilakukan secara online (media sosial, e-commerce), memungkinkan distributor bekerja dari rumah atau mana pun tanpa terikat jam kantor.
3. Pengembangan Diri dan Jaringan Sosial
Distributor sering mengikuti pelatihan penjualan, workshop, dan event komunitas untuk meningkatkan kemampuan marketing dan interpersonal. Selain itu, jaringan pertemanan semakin luas karena interaksi dengan banyak konsumen dan calon downline.
Risiko Distributor
1. Modal Awal dan Persediaan Produk
Untuk memulai, distributor wajib membeli paket awal dengan nilai tertentu. Jika penjualan lambat atau downline tidak berkembang, risiko stok menumpuk dan kerugian finansial tidak terhindarkan.
2. Ketergantungan pada Rekrutmen
Sebagian besar pendapatan didapat dari bonus rekrutmen dan penjualan jaringan (downline). Jika struktur jaringan tidak berkembang (downline stagnan), distributor akan kesulitan mencapai target penjualan sehingga komisi berkurang drastis.
3. Potensi Skema Money Game
Beberapa skema MLM yang tidak transparan atau tidak sesuai fatwa MUI berpotensi masuk kategori money game, di mana distributor hanya diuntungkan jika selalu ada perekrutan anggota baru, bukan penjualan produk yang nyata. Hal ini bisa berdampak hukum dan merugikan distributor.
4. Persaingan Ketat
Industri MLM skincare di Indonesia sangat kompetitif, dengan banyak pemain lokal dan internasional. Distributor harus bersaing dengan ribuan seller dan influencer lain untuk menarik perhatian konsumen.
Keuntungan dan Risiko bagi Konsumen
Keuntungan Konsumen
1. Konsultasi Personal
Konsumen mendapat kesempatan konsultasi langsung dengan distributor yang biasanya memberikan rekomendasi produk sesuai jenis kulit, riwayat alergi, atau keluhan spesifik.
2. Paket Harga Khusus dan Diskon
Konsumen yang membeli melalui distributor sering mendapat harga lebih kompetitif dibandingkan harga eceran, serta berkesempatan mendapat sampel gratis atau promo bundling.
3. Kemudahan Akses Informasi
Banyak distributor yang aktif di media sosial sehingga konsumen dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang cara penggunaan produk, testimoni, hingga event promosi.
Risiko Konsumen
1. Produk Tidak Terdaftar di BPOM
Meskipun regulasi mengharuskan semua produk kosmetik termasuk MLM terdaftar di BPOM, kenyataannya tidak semua merek mematuhinya. Konsumen berisiko menggunakan produk yang belum teruji keamanan, manfaat, dan mutunya oleh BPOM.
2. Tekanan untuk Berlangganan atau Membeli Paket Besar
Distributor kadang mendorong konsumen untuk membeli paket dengan harga lebih tinggi atau berlangganan rutin agar memenuhi target penjualan dan bonus, meski produk tersebut sebenarnya hanya dibutuhkan sesekali.
3. Informasi Tidak Objektif
Berhubung distributor mendapat komisi dari penjualan, sering kali informasi yang disampaikan bersifat promosi dan minim transparansi mengenai efek samping, bahan aktif, atau review negatif. Konsumen perlu lebih jeli mencari referensi independen.
Regulasi dan Pengawasan Pemerintah terhadap Bisnis MLM
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan mengatur bisnis penjualan langsung (termasuk MLM) agar adil dan melindungi konsumen. Beberapa regulasi utama meliputi:
1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 dan Perubahan Nomor 55/M-DAG/PER/10/2009
Mengatur tata cara penyelenggaraan kegiatan usaha perdagangan dengan sistem penjualan langsung, termasuk persyaratan perizinan, transparansi skema kompensasi, dan kewajiban menginformasikan risiko kepada calon distributor.
2. Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL)
Setiap perusahaan MLM wajib memiliki SIUPL dari Kementerian Perdagangan. Tanpa izin ini, operasional perusahaan dapat dihentikan dan dikenakan sanksi administratif.
3. Keanggotaan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI)
Perusahaan MLM dihimbau mendaftarkan diri sebagai anggota APLI untuk meningkatkan kredibilitas, mendapatkan pembaruan regulasi, serta mengikuti standar etika pemasaran yang ditetapkan asosiasi.
4. Pendaftaran Produk ke BPOM dan Sertifikasi Halal (jika mengklaim halal)
Semua produk skincare yang dipasarkan melalui MLM wajib terdaftar di BPOM. Jika mengklaim halal, juga wajib mendapatkan sertifikasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan fatwa MUI. Pelanggaran perihal pendaftaran BPOM dapat berakibat penarikan produk dan sanksi hukum.
5. Pengawasan Konten Promosi
Pemerintah memperhatikan iklan dan klaim yang ditampilkan oleh distributor di media sosial, agar tidak menyesatkan konsumen (seperti klaim “tanpa efek samping” atau “100% menyembuhkan”). Pihak berwenang sering melakukan penelusuran konten yang melanggar Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Dampak Bisnis MLM Skincare terhadap Pasar
1. Peningkatan Aksesibilitas Produk
Dengan kehadiran distributor di berbagai lapisan masyarakat, produk skincare MLM menjadi mudah didapat di kota kecil hingga pelosok desa di Indonesia, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru.
2. Persaingan Harga dan Inovasi
Berhubung model MLM menekankan pada keunggulan produk dan insentif bagi distributor, banyak merek berlomba melakukan produkisasi dengan bahan inovatif—mulai dari bahan organik hingga teknologi nano—untuk menarik konsumen dan distributor baru.
3. Sikap Waspada Konsumen
Kasus produk ilegal atau tidak terdaftar BPOM yang pernah terungkap (misalnya beberapa merek kosmetik MLM di tahun 2014) membuat konsumen semakin selektif memeriksa izin edar dan sertifikasi produk sebelum membeli.
Peluang dan Tantangan di Masa Depan
Peluang
1. Pasar Skincare yang Terus Bertumbuh
Kebutuhan akan perawatan kulit semakin meningkat, khususnya di kalangan generasi milenial dan Gen Z yang aktif di media sosial. Tren “self-care” dan “skin positivity” membuka peluang besar bagi MLM skincare untuk menawarkan produk-produk khusus, misalnya serum vitamin C, retinol, dan produk berbahan alami.
2. Digitalisasi dan E-Commerce
Pemanfaatan platform e-commerce internal hingga marketplace populer memungkinkan distributor melakukan penjualan lebih efisien. Strategi “omni-channel” (gabungan offline–online) akan menjadi kunci keberhasilan di pasar yang semakin terintegrasi digital.
3. Sertifikasi Halal dan Ekspansi Global
Merek-merek yang memiliki sertifikat halal (seperti Oriflame, Nu Amoorea) dapat menembus pasar syariah yang luas, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara mayoritas Muslim lainnya.
Tantangan
1. Regulasi yang Makin Ketat
Pemerintah cenderung memperketat persyaratan perizinan, pendaftaran BPOM, dan pengawasan iklan. Perusahaan MLM perlu memastikan kepatuhan penuh agar terhindar sanksi atau penutupan usaha.
2. Citra Negatif MLM
Stigma bahwa MLM identik dengan skema piramida atau money game masih melekat di sebagian masyarakat. Perusahaan harus menegaskan transparansi sistem kompensasi dan menekankan keberadaan produk fisik yang nyata agar kepercayaan publik terbangun kembali.
3. Tingkat Retensi Distributor
Banyak distributor baru berhenti setelah menghadapi kesulitan dalam merekrut downline atau memenuhi target penjualan. Tingkat retensi yang rendah bisa memengaruhi loyalitas jaringan dan pertumbuhan perusahaan.
4. Persaingan dari Model Bisnis Lain
Model penjualan berbasis reseller, affiliate marketing, hingga direct-to-consumer (D2C) yang memanfaatkan e-commerce murah kini menjadi alternatif menarik. Merek harus menyeimbangkan antara keuntungan skala jaringan MLM dan kecepatan penetrasi pasar via kanal digital.
Daftar 9 Drakor Terbaru Tayang Juni 2025, Ada Squid Game 3
Viral Istri Presiden Prancis Dorong Wajah Suaminya, Begini Perjalanan Cinta Emmanuel dan Brigitte Macron
Siapa Itu Christiano Tarigan? Pengemudi BMW yang Tabrak Mahasiswa UGM hingga Meninggal
Kesimpulan
Model bisnis MLM di sektor skincare menghadirkan peluang signifikan bagi perusahaan untuk memperluas jangkauan pasar tanpa perlu investasi besar pada infrastruktur ritel.
Distributor dapat meraih potensi penghasilan besar jika mampu mengelola jaringan dengan efektif, sementara konsumen menikmatinya melalui kemudahan akses serta konsultasi personal.
Namun, skema ini juga mengandung risiko—baik di sisi distributor (stigma money game, persediaan produk berlebih) maupun konsumen (produk ilegal, tekanan pembelian).
Regulasi pemerintah melalui Permendag, pendaftaran BPOM, dan sertifikasi halal menjadi garis pengaman untuk melindungi konsumen dan memastikan praktek bisnis berjalan adil.
Di tengah persaingan yang kian ketat dan regulasi yang terus diperketat, pelaku bisnis MLM skincare perlu mengedepankan transparansi, kualitas produk, dan inovasi digital untuk dapat sustaintably bertumbuh di pasar Indonesia. Dengan demikian, model MLM tetap bisa menjadi salah satu strategi pemasaran yang relevan, selama risiko diidentifikasi dan dikendalikan secara baik.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 04 Jun 2025
Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 04 Jun 2025