Program MBG Disorot: Pendanaan Kacau, Mitra Dapur Gigit Jari

Redaksi Daerah - Kamis, 17 April 2025 18:45 WIB
Menguak Pendanaan MBG yang Dinilai Kacau, Mitra Dapur Rugi Miliaran

JAKARTA - Seorang mitra dapur dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) milik pemerintah mengungkapkan bahwa dirinya mengalami kerugian hampir Rp1 miliar karena ribuan porsi makanan yang telah disiapkan belum juga dibayar.

Di tengah upaya pemerintah untuk memperluas program ini secara nasional, kasus ini menyoroti adanya masalah serius dalam sistem pembayaran yang belum tertata dengan baik dan tampak kacau.

Ira, pemilik dapur mitra MBG yang berlokasi di Kalibata, Jakarta Selatan, melalui kuasa hukumnya Danna Harly, menyebut telah mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp975.375.000 untuk menyiapkan 65.025 porsi makanan selama periode Februari hingga Maret 2025.

Namun hingga saat ini, ia belum menerima pembayaran dari Yayasan MBG, yang bertugas sebagai perantara pelaksanaan program tersebut.

Namun hingga kini, ia belum menerima sepeser pun pembayaran dari Yayasan MBG, yang menjadi perantara penyaluran program tersebut.

"Kami selaku kuasa hukum menyesalkan tindakan MBN yang tidak membayarkan sepeserpun hak dari Ibu Ira, selaku mitra dapur Makan Bergizi Gratis di Kalibata," ujar Penasihat Hukum korban, Danna Harly, kepada awak media, di Jakarta, Dikutip Selasa, 16 April 2025.

Menurut kesepakatan awal, harga per porsi ditetapkan sebesar Rp15.000, namun dalam pelaksanaannya harga tersebut berubah menjadi Rp13.000, lalu bahkan kembali dipangkas sebesar Rp2.500, sehingga mitra hanya menerima Rp10.500 atau Rp12.500 per porsi.

"Setelah mengetahui ada pengurangan, hak kami sebagai mitra dapur masih dipotong sebesar Rp2.500. Jadi dari Rp15.000 tadi, dipotong 2.500 menjadi Rp12.500 dan dari Rp13.000 dipotong lagi senilai Rp2.500 per porsinya," tambah Danna.

Menurut Danna potongan harga tanpa dasar dan tanpa pemberitahuan resmi sangat merugikan kliennya, Pihaknya sudah beberapa kali mengajukan somasi, namun tidak ditanggapi secara serius.

"Saya sudah somasi, sudah ajukan hak tagih dan sudah ke BGN juga untuk mengonfirmasi ini dan sampai sekarang belum ada. Maka dari itu kami sudah siapkan untuk langkah hukum baik gugatan maupun laporan polisi," tambah Danna.

Ira sendiri telah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada tanggal 10 April 2025 dengan nomor laporan: LP/B/1160/IV/2025/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA.

BGN Klaim Ada Mekanisme Baru Sejak Februari

Sebenarnya, pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) mengklaim bahwa sejak Februari 2025, sistem pembayaran dalam program MBG sudah diubah.

Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyebut bahwa sistem reimburse atau penalangan dana oleh mitra telah dihapus. Sebagai gantinya, BGN memperkenalkan metode pembayaran langsung ke rekening mitra melalui virtual account dengan sistem lumpsum. Namun dadan juga mengakui bahwa mekanisme detail, termasuk term pembayaran bulanan, masih dalam pembahasan internal.

"Mitra MBG akan menerima pembayaran langsung ke rekening mereka secara serempak, tanpa harus menalangi biaya operasional terlebih dahulu," ungkap Dadan kepada awak media Februari lalu.

Hingga saat ini, program MBG telah menjangkau 31 provinsi dengan 238 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Pemerintah menargetkan ekspansi cepat menjadi 468 SPPG dalam waktu dekat.

Anggaran yang dikucurkan mencapai Rp71 triliun hingga akhir 2025, dengan target 15 juta penerima manfaat. Presiden Prabowo bahkan telah mencanangkan percepatan program dengan target ambisius hingga 89 juta penerima.

Namun ambisi ini dinilai belum sejalan dengan kesiapan teknis di lapangan. Kasus seperti yang dialami Ira memperlihatkan adanya kesenjangan besar antara kebijakan di pusat dan pelaksanaannya di lapangan.

Kejadian yang dialami Ira menjadi indikator kurang mengenakan mengenai akuntabilitas dari lembaga pelaksana, termasuk Yayasan MBG dan BGN, serta transparansi dalam penetapan harga dan pembayaran. Terlebih, dengan anggaran triliunan rupiah yang dikucurkan, pengawasan terhadap pelaksanaan dan pencairan dana menjadi krusial.

Kasus ini menunjukkan perlunya evaluasi total terhadap sistem pembayaran program MBG. Pemerintah diminta untuk tidak hanya mengejar jumlah penerima manfaat, tapi juga memastikan bahwa pelaksana di lapangan tidak terjerat utang dan kerugian akibat ketidaksiapan sistem.

Sementara itu, pihak kuasa hukum Ira menegaskan akan terus menempuh jalur hukum jika tidak ada kejelasan pembayaran. Gugatan perdata juga tengah disiapkan sebagai langkah lanjutan.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 16 Apr 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 17 Apr 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS