AI Bikin Takut, Gen Z Justru Bangkitkan Profesi Tradisional

Redaksi Daerah - Rabu, 20 Agustus 2025 09:19 WIB
Fenomena Meningkatnya Minat Gen Z ke Profesi 'Jadul', antara Krisis Pangan dan Tersaingi AI

JAKARTA - Dulu, pekerjaan kantoran sering dipandang sebagai puncak kesuksesan karier. Namun, kini tren mulai berubah. Generasi Z yang tumbuh di era digital justru banyak tertarik pada profesi yang dianggap klasik, seperti bertani, mengelas, bertukang, hingga beternak. Perubahan ini bukan hanya bentuk nostalgia terhadap pekerjaan tradisional, melainkan respon konkret terhadap dinamika global saat ini.

Berdasarkan laporan Future of Jobs Report 2025 dari World Economic Forum (WEF), sektor pertanian diprediksi menjadi salah satu bidang dengan prospek terbaik hingga 2030. Bahkan, dalam lima tahun ke depan, dunia diperkirakan membutuhkan tambahan 35 juta pekerja baru untuk menjawab peningkatan kebutuhan pangan serta tantangan krisis iklim.

Tidak hanya pertanian, keahlian teknis seperti pengelasan, tukang kayu, dan pandai besi juga mengalami lonjakan permintaan. Di Amerika Serikat, sejumlah sekolah kejuruan mulai mengajarkan keahlian ini dengan dukungan teknologi canggih, menjadikan pekerjaan yang dulunya dipandang rendah kini berubah status menjadi profesi berkeahlian tinggi dan bergaji besar.

PHK dan Otomatisasi Jadi Pemicu

WEF menyebut, salah satu alasan utama peralihan Gen Z ke profesi tradisional adalah maraknya PHK massal di sektor perkantoran. Pesatnya adopsi artificial intelligence (AI) membuat banyak pekerjaan administratif hilang digantikan mesin. Bagi Gen Z, profesi tradisional dipandang lebih aman karena minim risiko otomatisasi.

Selain itu, profesi tradisional dianggap memberi dampak nyata bagi masyarakat, terutama dalam ketahanan pangan. Gen Z juga menilai pekerjaan ini menawarkan kemandirian, kreativitas, dan integrasi hidup-kerja yang lebih selaras dengan gaya hidup fleksibel mereka.

Berbeda dengan pekerjaan administratif yang 67% berisiko digantikan AI, data WEF menunjukkan hanya 24% profesi berbasis fisik yang berada di risiko tinggi otomatisasi. Hal ini karena pekerjaan seperti bertani, mengelas, atau memelihara ternak membutuhkan adaptasi situasional dan keterampilan motorik yang sulit ditiru mesin.

Meski demikian, bukan berarti profesi ini lepas dari teknologi. Justru, bidang-bidang tersebut kini berkembang pesat karena kolaborasi dengan inovasi modern. Misalnya, petani memanfaatkan drone dan sensor IoT untuk memantau lahan, sementara tukang las menggunakan mesin CNC atau printer 3D. Profesi yang dahulu manual kini bertransformasi menjadi profesi hibrid: memadukan keterampilan tangan dengan literasi digital.

Baca juga : Lip-Bu Tan, Anak Malaysia yang Jadi CEO Intel, Dipuji Donald Trump

Tantangan Gen Z

Meski menjanjikan, jalan menuju profesi tradisional juga tidak tanpa hambatan. Laporan Future of Jobs Report 2025, 49% Gen Z pernah mengalami “ghosting” saat melamar pekerjaan, yakni perusahaan yang tidak memberi kejelasan rekrutmen. Selain itu, persaingan semakin ketat karena sektor ini menuntut keterampilan ganda, kemampuan fisik ditambah literasi digital.

Strategi yang disarankan bagi Gen Z adalah fokus pada skills-based hiring. Artinya, bukan sekadar ijazah, melainkan portofolio nyata seperti pengalaman mengelola kebun urban, sertfikasi pengelasan, atau proyek pertanian digital. Selain itu, kursus singkat tentang AI dasar, manajemen data, atau bioteknologi dapat menjadi modal tambahan untuk memenangkan persaingan.

Fenomena Gen Z memilih profesi tradisional sesungguhnya bukanlah langkah mundur, melainkan bentuk adaptasi cerdas terhadap realitas pasar kerja. Profesi petani, tukang, hingga peternak justru menjadi pilar utama menghadapi krisis pangan, transisi hijau, dan keberlanjutan global.

Dengan demikian, profesi yang dulunya dianggap sederhana kini menjelma sebagai karier prestisius dan berkelanjutan. Pertanyaannya, apakah pendidikan dan pelatihan kita siap menyiapkan Gen Z untuk menghadapi masa depan yang lebih “tradisional” sekaligus lebih modern?

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 19 Aug 2025

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 20 Agt 2025

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS