Bukan Emas, Ini 5 Negara Penguasa ‘Harta Karun’ Logam Tanah Jarang

Rabu, 23 April 2025 13:27 WIB

Penulis:Redaksi Daerah

Editor:Redaksi Daerah

Top 5 Negara Penguasa Logam Tanah Jarang di Dunia
Top 5 Negara Penguasa Logam Tanah Jarang di Dunia

JAKARTA – Prospek tanah jarang semakin cerah karena permintaan dan pasokannya didorong oleh pergeseran global menuju ekonomi berbasis energi bersih dan teknologi canggih.

Namun, seiring meningkatnya kekhawatiran terkait stabilitas rantai pasokan, penting untuk memperhatikan negara-negara yang menyimpan cadangan tanah jarang terbesar.

Meski banyak negara penghasil utama memiliki cadangan yang melimpah, tak sedikit pula yang memiliki cadangan besar namun produksinya masih tergolong rendah.

Contohnya, tambang di Brasil hanya menghasilkan 20 metrik ton (MT) elemen tanah jarang pada tahun 2024, meskipun cadangan tanah jarang Brasil adalah yang tertinggi kedua di dunia. Negara-negara seperti ini bisa menjadi pemain yang lebih besar di industri ini di masa depan.

Berikut adalah gambaran umum mengenai cadangan tanah jarang berdasarkan negara, dengan fokus pada lima negara yang memiliki cadangan lebih dari 1 juta metrik ton. Data ini diambil dari laporan terbaru Survei Geologi AS tentang elemen tanah jarang. Cadangan diukur dalam metrik ton setara oksida tanah jarang.

Negara Penguasa Harta Karun Logam Tanah Jarang di Dunia

Dilansir dari Nasdaq, berkut negara pemilik cadangan logam tanah jarang terbesar:

1. China

Cadangan Tanah Jarang: 44 Juta Ton Metrik

Tak mengejutkan, China menjadi negara dengan cadangan tanah jarang terbesar di dunia, yakni mencapai 44 juta ton metrik. Negara ini juga tercatat sebagai produsen tanah jarang terbesar secara global pada tahun 2024, dengan produksi mencapai 270.000 ton metrik.

Meski sudah memegang posisi teratas, China tetap berupaya menjaga agar cadangan tanah jarangnya tetap melimpah. Pada tahun 2012, negara Asia ini sempat menyatakan bahwa cadangannya mengalami penurunan.

Sebagai respons, pada 2016 China mengumumkan rencana untuk meningkatkan cadangan dalam negeri dengan membangun persediaan komersial maupun nasional.

China juga telah lama menertibkan aktivitas penambangan ilegal dan menutup tambang-tambang yang tak ramah lingkungan. Meski sebelumnya membatasi produksi dan ekspor, beberapa tahun terakhir negara ini mulai melonggarkan batasan dengan meningkatkan kuota penambangan secara bertahap.

Dominasi China sempat memicu krisis pasokan global, seperti saat mereka membatasi ekspor tahun 2010 yang menyebabkan lonjakan harga. Selain itu, ketegangan perdagangan antara China dan AS juga memanas, dengan masing-masing negara bersaing dalam penguasaan sektor kendaraan listrik dan teknologi.

Sebagai langkah strategis terhadap AS, China sempat memberlakukan larangan ekspor teknologi pembuatan magnet tanah jarang pada Desember 2023, dan kebijakan serupa kembali diberlakukan di awal tahun 2025.

Dalam beberapa tahun belakangan, China meningkatkan impor logam tanah jarang berat dari Myanmar, negara yang tidak tercatat memiliki data resmi cadangan tanah jarang menurut Survei Geologi AS.

Meski China menerapkan regulasi lingkungan yang cukup ketat, kondisi tersebut berbeda di Myanmar. Penambangan tanah jarang di wilayah pegunungan yang berbatasan langsung dengan China telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah.

2. Brasil

Cadangan tanah jarang: 21 juta metrik ton

Brasil memiliki cadangan tanah jarang terbesar kedua di dunia, yakni mencapai 21 juta metrik ton. Meskipun pada tahun 2024 negara ini belum menjadi produsen utama tanah jarang, situasi tersebut diperkirakan akan segera berubah.

Perusahaan tanah jarang Serra Verde memulai produksi komersial Tahap 1 dari tambang Pela Ema yang terletak di negara bagian Goiás pada awal tahun 2024. Perusahaan menargetkan mampu memproduksi 5.000 metrik ton oksida tanah jarang per tahun pada 2026.

Pela Ema, yang termasuk salah satu cadangan tanah liat ionik terbesar di dunia, akan menghasilkan empat elemen tanah jarang magnet kritis, yaitu neodimium, praseodimium, terbium, dan disprosium. Menurut pihak perusahaan, tambang ini menjadi satu-satunya di luar China yang memproduksi keempat jenis unsur tanah jarang magnet tersebut.

3. India

Cadangan tanah jarang: 6,9 juta metrik ton

India memiliki cadangan tanah jarang sebesar 6,9 juta metrik ton, dan pada tahun 2024 memproduksi sekitar 2.900 metrik ton, jumlah yang relatif stabil dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. India menguasai hampir 35% dari total cadangan mineral pasir dan pantai di dunia, yang menjadi salah satu sumber utama tanah jarang.

Pada Desember 2022, Departemen Energi Atom India merilis pernyataan resmi mengenai kapasitas produksi dan pemurnian tanah jarang di negara tersebut.

Menjelang akhir tahun 2023, pemerintah India mulai menyiapkan kebijakan dan peraturan guna mendukung pengembangan proyek penelitian dan pengembangan tanah jarang sebagai langkah untuk memanfaatkan cadangannya.

Kemudian, pada Oktober 2024, Trafalgar—perusahaan teknik dan pengadaan asal India—mengumumkan rencananya untuk membangun pabrik pertama di India yang akan memproduksi logam tanah jarang, paduan, serta magnet.

4. Australia

Cadangan tanah jarang: 5,7 juta metrik ton

Australia menempati posisi keempat sebagai negara dengan cadangan tanah jarang terbesar di dunia, yakni sebesar 5,7 juta metrik ton. Negara ini juga mendapatkan label sebagai negara dengan pertambangan tanah jarang, dengan jumlah produksi mencapai 13.000 metrik ton.

Meskipun aktivitas penambangan tanah jarang di Australia baru dimulai sejak tahun 2007, jumlah ekstraksinya diperkirakan akan terus meningkat ke depannya.

Lynas Rare Earths mengelola tambang dan pabrik konsentrasi Mount Weld di Australia, serta memiliki fasilitas pemurnian dan pengolahan tanah jarang di Malaysia. Perusahaan ini dikenal sebagai pemasok tanah jarang terbesar di dunia di luar China.

Berdasarkan informasi dari Mining Database Online (MDO), perluasan pabrik Mt Weld dijadwalkan rampung pada tahun 2025. MDO juga mencatat bahwa fasilitas pengolahan tanah jarang terbaru milik Lynas di Kalgoorlie mulai beroperasi pada pertengahan 2024 dan menghasilkan campuran karbonat tanah jarang untuk dikirim ke pabrik Lynas di Malaysia.

Tambang tanah jarang Yangibana milik Hastings Technology Metals siap digarap, dan perusahaan baru-baru ini menandatangani perjanjian pembelian dengan Baotou Sky Rock untuk konsentrat yang diproduksi di tambang tersebut.

Hastings memperkirakan bahwa operasi ini akan memproduksi hingga 37.000 metrik ton konsentrat tanah jarang setiap tahun dan mulai mengirimkan konsentrat pertama pada kuartal keempat 2026.

5. Rusia

Cadangan tanah jarang: 3,8 juta metrik ton

Pada tahun 2024, cadangan tanah jarang Rusia tercatat sebesar 3,8 juta metrik ton. Jumlah ini turun signifikan dari 10 juta metrik ton pada tahun sebelumnya, berdasarkan data dari laporan perusahaan dan pemerintah. Rusia memproduksi 2.500 metrik ton tanah jarang pada tahun 2024, angka yang setara dengan tahun sebelumnya.

Pemerintah Rusia mengungkapkan rencana pada tahun 2020 untuk menginvestasikan US$1,5 miliar guna bersaing dengan China di pasar tanah jarang.

Namun, invasi Rusia terhadap Ukraina menimbulkan kekhawatiran mengenai kemungkinan gangguan pada rantai pasokan tanah jarang di AS dan Eropa, dan ada indikasi bahwa pemerintah Rusia harus menunda rencana pengembangan sektor tanah jarangnya akibat keterlibatannya dalam perang.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 20 Apr 2025 

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 23 Apr 2025