Jumat, 14 Juni 2024 19:24 WIB
Penulis:Herlina
Editor:Herlina
BENGKULU, LyfeBengkulu.com- Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di Indonesia memiliki peran sangat penting dalam keberlanjutan dan perlindungan lingkungan. Mereka adalah kelompok rentan terhadap berbagai macam krisis. Iklim, misalnya.
Eksploitasi besar-besaran memperparah krisis iklim. Seringkali menjadi pemicu konflik agraria, menyengsarakan masyarakat lokal. Minimnya atau tidak adanya suara dari masyarakat terdampak membuat informasi ini tidak sampai ke ruang redaksi media massa.
Oleh karena itu, kata Ketua AJI Bengkulu, Yunike Karolina, program ini menginisiasi pendekatan jurnalisme kolaboratif, dengan fokus peningkatan kapasitas jurnalis lokal dan masyarakat adat untuk memantau krisis iklim di daerah.
Selain itu, jelas Yunike, penting bagi jurnalis untuk memahami berbagai permasalahan dan kearifan lokal terkait krisis iklim. Ini akan membantu jurnalis untuk memahami dan menghasilkan karya jurnalistik lebih baik dan terhubung dengan masyarakat lokal.
Program ini, terang Yunike, akan membekali jurnalis dan jurnalis warga dengan pengetahuan dan keterampilan dalam melaporkan isu terkait iklim secara efektif. Lalu, menumbuhkan kolaborasi antara jurnalis profesional dan jurnalis warga.
''Program ini juga mendukung jurnalis untuk menghasilkan laporan dan video tentang iklim yang berkualitas tinggi,'' kata Yunike, Jumat (14/06/2024).
Yunike menyebut, kegiatan ini dikelompokkan menjadi dua. Pertama, jurnalis lokal yang secara profesional bekerja di wilayah Bengkulu. Mereka, jelas Yunike, 15 orang jurnalis terpilih dari berbagai platform media.
''Sebelumnya 15 jurnalis terpilih telah diseleksi tim panitia, dari puluhan peserta yang mendaftar. Hari ini hingga besok, mereka akan mengikuti pelatihan secara online melalui aplikasi zoom meetings,'' ujar Yunike.
Kedua, sambung Yunike, jurnalis Warga dari perwakilan masyarakat adat atau kelompok masyarakat lokal, binaan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang berasal dari Bengkulu.
Mereka, tambah Yunike, akan dilatih dasar-dasar jurnalistik untuk membuat konten jurnalistik, terkait isu yang relevan agar dapat disebut sebagai jurnalis warga. Jumlah jurnalis warga atau masyarakat adat yang dilibatkan ini sebanyak 10 orang.
''Tim panitia seleksi juga telah memilih 10 orang jurnalis warga. Mereka akan mengikuti pelatihan secara tatap muka, pada Rabu-Kamis, 3-4 Juli 2024, di salah satu hotel di Kota Bengkulu,'' sampai Yunike.
Dalam sesi peningkatan kapasitas, kata Yunike, trainer dari AJI berkolaborasi dengan trainer dari DW Akademie. Ini untuk mengembangkan dan memperkuat modul training agar sesuai dengan konteks program dan kebutuhan/keunikan cakupan wilayah Bengkulu.
Yunike mengatakan, ada dua silabus untuk jurnalis lokal dan jurnalis warga. Kurikulum jurnalis lokal, kata Yunike, berupa teknik liputan tingkat lanjut, investigasi, jurnalisme data, keselamatan dan analisis mendalam tentang masalah perubahan iklim.
Sementara, kurikulum jurnalis warga meliputi kemampuan dasar jurnalistik, pengetahuan mengenai iklim/perubahan iklim, teknik pelaporan/liputan mengenai isu lingkungan dan pertimbangan etika (ethical considerations).
''Program ini secara spesifik dilaksanakan di Kota Bengkulu, Bengkulu dan Kota Ambon, Maluku. Kedua wilayah ini kerap muncul permasalahan-permasalahan lingkungan, sekaligus berdampak pada komunitas masyarakat adat setempat,'' sampai Yunike.
Ditambahkan Organizer Let's Talk About Climate: Training Program for Journalists, AJI Bengkulu, Yuni Astuti, local journalist training dilaksanakan selama 2 hari, sesi online dan 2 hari, sesi tatap muka.
Citizen Journalism Training, jelas Yuni, akan mengikuti pelatihan selama satu setengah hari. Ini sebagai wadah untuk memperkuat kolaborasi antara kelompok masyarakat adat dan jurnalis lokal, AJI bekerja sama dengan AMAN.
Selain itu dalam pelatihan ini, kata Yuni, akan melibatkan trainer Ayu Purwaningsih dari DW, Ahmad Arif dari AJI, perwakilan trainer AMAN Bengkulu, Harry Siswoyo dan trainer AJI Bengkulu, Betty Herlina.
''Materi dalam pelatihan ini disampaikan trainer dari AJI dan DW Akademie, serta trainer lokal dari AMAN dan AJI Bengkulu,'' kata Yuni.
Usai mendapatkan pelatihan, terang Yuni, AJI bekerjasama dengan DW Akademie serta dukungan Kementerian Luar Negeri Jerman memberikan kesempatan kepada jurnalis lokal dan jurnalis warga, untuk mengembangkan kemampuan memproduksi liputan.
''Liputannya mengenai isu perubahan iklim di wilayah Bengkulu,'' jelas Yuni.
Jurnalis maupun masyarakat adat, kata Yuni, akan bekerja sama dalam proses community lab guna membantu masyarakat adat dalam memproduksi liputan (dalam bentuk teks, video, dan foto), terkait permasalahan iklim serta lingkungan di Bengkulu.
Dalam proses ini, sampai Yuni, masyarakat adat akan mendapatkan pendampingan dari 10 jurnalis lokal (penerima fellowship) dan juga AMAN untuk memastikan konten mereka aman untuk dipublikasikan ke publik serta memperdalam rencana liputan mereka.
''Hasil liputan itu dipublikasikan di website, media sosial AMAN atau independen.id,'' terang Yuni.
Yuni menambahkan, 10 jurnalis lokal di Bengkulu akan dipilih untuk memproduksi liputan mendalam mengenai permasalahan iklim dan lingkungan yang berdampak pada masyarakat adat dan cakupan wilayah program.
Selain itu, mereka diminta untuk mendampingi 10 masyarakat adat dalam community lab. Di mana selama proses liputan mereka akan didampingi 4 mentor yang ditunjuk. Satu mentor akan bertanggung jawab untuk 5 jurnalis fellow.
''Jurnalis terpilih berhak mendapatkan bantuan operasional dalam bentuk reporting fellowship dengan bantuan dana sebesar Rp7,5 juta. Insentif/operational support untuk jurnalis warga selama produksi liputan kolaborasi sebesar Rp750 ribu,'' sampai Yuni.
Proses peliputan tugas akhir, jelas Yuni, selama 4 hingga 6 minggu. Selama proses tersebut peserta akan dipantau keamanan dan keselamatannya, terutama saat liputan di lapangan.
Sebab, tegas Yuni, AJI telah memiliki mekanisme advokasi bagi jurnalis yang mengalami kekerasan fisik, serangan digital atau kekerasan seksual akibat liputannya. AJI akan memberikan perlindungan dan advokasi kepada jurnalis yang dalam proses peliputan mengalami serangan/kekerasan.
''Empat peserta jurnalis terbaik dari Bengkulu, Ambon dan Timor Leste yang berpartisipasi aktif dan membuat liputan yang komprehensif akan dipilih dan mendapatkan hadiah tambahan berupa diberangkatkan untuk mengikuti COP 29 di Baku, Azerbaijan, pada November 2024,'' tutup Yuni.
Bagikan