BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 4,37 Persen Tahun 2023

Herlina - Selasa, 22 November 2022 09:39 WIB
ilustrasi (freepik.com)

JAKARTA,LyfeBengkulu.com- Di tengah ancaman resesi global yang sudah terjadi di depan mata, pemerintah Indonesia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh, hanya saja mengalami penurunan. Ini disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Senin (21/11).

Ia mengatakan, seiring dengan masih bergejolaknya ekonomi global hingga tahun depan, Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 akan lebih rendah atau turun menjadi 4,37 persen (yoy) dibandingkan dengan prognosa BI pada tahun ini sebesar 5,12 persen.

"Namun, diharapkan perekonomian Indonesia lebih baik pada 2024,” ujar Perry.

Untuk diketahui, BI telah menyusun Rencana Anggaran Tahunan BI (RATBI). Dengan berbagai asumsi makro yang ditetapkan dalam RATBI tersebut, maka pertumbuhan ekonomi 2023 diprediksi lebih rendah. Sementara, dalam RATBI, bank sentral telah menetapkan 40 Indikator Kinerja Utama (IKU) yang akan dipertanggungjawabkan kepada DPR.

Adapun IKU BI tahun 2023 antara lain inflasi inti yang ditargetkan mencapai 2 persen sampai 4 persen, volatilitas nilai tukar rupiah yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan ekonomi, serta cadangan devisa dengan target kurang lebih sama dengan 6 bulan.

Kemudian, target pertumbuhan kredit perbankan sebesar 9,5 persen - 11,5 persen, target pengembangan 3.000 lebih usaha mikro kecil menengah (UMKM), 45 juta transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), serta kurang lebih sama dengan 70.000 transaksi QR antarnegara.

Defisit Anggaran BI

Di sisi lain, BI memperkirakan anggaran bank sentral akan mengalami defisit sebesar Rp19,99 triliun. Defisit anggaran tersebut terjadi karena pengeluaran BI kemungkinan akan lebih besar yakni Rp161,43 triliun dibandingkan dengan penerimaannya, yaitu Rp141,43 triliun.

"Defisit utamanya berasal dari anggaran kebijakan yang berpotensi mengalami defisit cukup besar," kata Perry.

Ia menjelaskan anggaran kebijakan diproyeksikan mengalami defisit Rp33,15 triliun yang berasal dari besarnya pengeluaran yaitu Rp145,93 triliun dibandingkan dengan penerimaan Rp112,77 triliun.

Pengeluaran anggaran kebijakan yang besar berkaitan dengan langkah stabilitas nilai tukar rupiah maupun kenaikan suku bunga acuan.

Sementara itu, anggaran operasional diperkirakan mengalami surplus Rp13,16 triliun yang berasal dari penerimaan Rp28,66 triliun dan pengeluaran Rp15,49 triliun, sehingga surplus itu menopang anggaran BI secara keseluruhan.

Perry memerinci penerimaan dalam anggaran operasional RATBI 2023 meliputi hasil pengelolaan aset valuta asing (valas) Rp28,6 triliun, operasional kegiatan pendukung Rp4 miliar, serta penerimaan administrasi Rp55 miliar.

"Masih ada penerimaan dari pengelolaan aset valas karena meski kami ada kebutuhan untuk mengintervensi rupiah dari cadangan devisa, tetapi suku bunga dari luar negeri naik," tuturnya.

Ia menambahkan pengeluaran anggaran operasional terdiri atas gaji dan penghasilan lainnya Rp4,7 triliun, manajemen sumber daya manusia Rp3,09 triliun, logistik Rp2,54 triliun, serta penyelenggaraan operasional kegiatan pendukung Rp2,06 triliun. Kemudian untuk program sosial BI dan pemberdayaan sektor riil dan UMKM Rp1,23 triliun, pajak Rp1,47 triliun, serta cadangan anggaran Rp378 miliar. (**)

Editor: Herlina
Bagikan

RELATED NEWS