IMF Minta BI Setop Biayai Pandemi COVID-19

Herlina - Jumat, 28 Januari 2022 14:45 WIB
null

JAKARTA,LyfeBengkulu.com- Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan penilaian positif terhadap langkah konsolidasi fiskal pemerintah Indonesia pada tahun 2023 yang diperkirakan dapat meningkatkan kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan kepercayaan pasar.

Indonesia pun disorot IMF sebagai negara yang cukup sukses dalam penanganan pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi tanpa mengorbankan stabilitas keuangan dan fiskal jangka menengahnya. Seiring perbaikan ekonomi, IMF pun menyarankan agar pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menghentikan pembiayaan penanganan pandemi di akhir 2022. Artinya, mulai tahun depan tidak ada lagi alokasi APBN untuk membiayai pandemi.

Hal itu sesuai dengan rencana pemerintah serta amanat Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.

Rekomendasi IMF tersebut tertuang dalam laporan sementara (Concluding Statement) misi IMF Artikel IV yang dirilis pada 26 Januari 2022, dikutip dari situs Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan TrenAsia.com, Kamis ini.

Concluding Statement merupakan laporan berisi penilaian kondisi terkini ekonomi nasional dan rekomendasi kebjakan yang ditawarkan IMF berdasarkan pendalaman yang dilakukan oleh Tim Article IV IMF melalui rangkaian pertemuan dengan otoritas terkait.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan dalam proyeksinya IMF memperkirakan defisit APBN Indonesia tahun ini sebesar 4%, lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2022 sebesar 4,85%. Tahun depan, IMF memperkirakan defisit APBN turun menjadi 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

IMF juga memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh positif tahun menjadi sebesar 5,6% dan terus menguat ke 6% pada tahun 2023.

"Kinerja fiskal yang kuat pada tahun 2021 menjadi bagian dari hasil pengelolaan kebijakan ekonomi makro yang tepat," katanya dalam keterangan resmi.

Ke depan, kata dia, IMF merekomendasikan agar pemerintah mempertimbangkan penyesuaian kecepatan konsolidasi fiskal jika tekanan risiko eksternal semakin kuat dan mempengaruhi proses pemulihan ekonomi.

Dari segi aspek moneter, IMF menyarankan agar kebijakan moneter yang akomodatif tetap dilanjutkan, dengan tetap memperhatikan dinamika perekonomian seperti stabilitas harga-harga atau inflasi.

Selain itu, IMF menilai sistem keuangan domestik juga sehat. Namun, ruang perbaikan tetap ada untuk beberapa hal, seperti penguatan kredit dan dukungan pemerintah terhadap pembiayaan UMKM serta penguatan kinerja perbankan.

Untuk strategi jangka menengah, IMF menilai kerangka strategi jangka menengah mengenai peningkatan pendapatan negara, khususnya perpajakan dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sangat penting untuk dapat memenuhi kebutuhan belanja pembangunan prioritas.

Hal ini penting untuk menopang pertumbuhan Indonesia menuju level potensialnya, serta untuk memenuhi sasaran-sasaran Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs).

Selain itu, strategi kebijakan fiskal jangka menengah perlu dirancang lebih spesifik menjadi bagian dari strategi keluar dari kebijakan luar biasa di masa pandemi.

IMF juga menilai bahwa pengenalan Nilai Ekonomi Karbon atau NEK (carbon pricing) merupakan langkah awal yang sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan perlu diperkuat melalui reformasi kebijakan subsidi energi.

"Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan IMF sebetulnya telah menjadi bagian dari upaya-upaya reformasi fiskal, struktural dan sektor keuangan yang sedang dan akan terus dilanjutkan oleh pemerintah bersama otoritas terkait," ungkap Febrio.

Editor: Herlina
Bagikan

RELATED NEWS