Jaringan Peduli Perempuan Bengkulu Kecam Aksi Represif terhadap Suara Perempuan
BENGKULU,lyfebengkulu.com- Aksi pembongkaran paksa tenda protes Masyarakat Penyelamat Pesisir Pantai Barat Sumatera di lokasi tambang pasir besi PT. Faminglevto Bakti Abadi, Pasar Seluma, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu yang dilakukan aparat kepolisian, Senin (27/12) menimbulkan kecaman. Seperti disampaikan Jaringan Peduli Perempuan Bengkulu (JPPB). Ketua JPPB Fonika Thoyib mengecam sikap aparat yang membongkar paksa tenda serta memaksa perempuan dan juga anak-anak yang berada bersama ibu mereka untuk meninggalkan lokasi.
Dari rekaman video yang dipublikasi teman-teman “Koalisi Selamatkan Pesisir Barat Sumatera” Nampak oknum aparat kepolisian/Polisi Wanita menarik paksa emak-emak dan merobohkan tenda tempat emak-emak berteduh. Namun hingga saat ini Pemda menunjukkan sikap yang represif terhadap masyarakat terutama pada para perempuan yang bertahan untuk memperjuangkan tanah dan lingkungan dari perusakan aktivitas tambang pasir besi.
“Ini adalah satu bentuk tindakan tak elok, ketika rakyat bersuara, perempuan bersuara dibubarkan paksa dan brutal. Bukannya ini bagian dari proses demokrasi yang dilindungi UU di negeri ini, ruang dialog harus diciptakan untuk mendengar mereka. Jangan karena kepentingan penguasa dan korporasi, perempuan sengaja dihadapkan dengan aparat perempuan,” kata Ketua JPPB, Fonika Thoyib
- Benarkah AstraZeneca dan Novavax Dinilai Ampuh Melawan COVID-19 Varian Omicron ?
- Singkirkan Singapura, Indonesia Melaju ke Final Piala AFF
- Kegiatan Rumahan Jadi Tren Hobi Selama Pandemi Covid-19
Untuk diketahui, kawasan Pesisir Pantai Barat Sumatera saat ini sedang terancam oleh abrasi terjangan gelombang Samudera Hindia dan juga dampak dari perubahan iklim. Penambangan pasir besi di pesisir Pantai Pasar Seluma oleh korporasi global akan membuat kawasan ini menjadi rentan dari kerusakan dan ancaman kepunahan. Para perempuan setempat dengan kesadarannya berjuang mempertahankan kondisi tanah dan lingkungan mereka.
“Karena mereka sadar akan dampak dari proyek-proyek tersebut pada ruang kehidupan mereka. Oleh karena itu kami mendesak untuk hentikan penyelesaian secara represif. Aparat jangan hanya menertibkan rakyat kecil, sementara korporasi tidak ditertibkan atas aktivitasnya justru di kawasan konservasi dan mengulang kejahatannya 11 tahun lalu . Hentikan penyelesaian represif, dan kembalikan orang-orang terutama perempuan-perempuan yang dibawa ke Kantor Polisi,” pungkas Fonika. (bth/**)