9 Negara yang Mengadopsi Program Mirip Tapera, Korea Utara Salah Satunya!

Redaksi Daerah - Kamis, 30 Mei 2024 12:40 WIB
9 Negara Pemilik Program Mirip Tapera, Salah Satunya Korea Utara! (unsplash.com)

JAKARTA – Kabar mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akhir-akhir ini menarik perhatian publik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sudah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur tentang modifikasi atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Tapera.

Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara berkala dalam periode waktu tertentu, yang hanya dapat digunakan untuk membiayai perumahan atau dikembalikan beserta hasil dari investasinya setelah periode kepesertaan berakhir.

Dalam PP tersebut, gaji pekerja di Indonesia seperti PNS, karyawan swasta, dan pekerja lepas (freelancer) akan dikenakan pemotongan untuk dimasukkan ke dalam rekening dana Tapera.

Mengenai Tapera, beberapa negara di dunia terlebih dahulu sudah menerapkan program seperti Tapera.

Negara yang Telah Terapkan Program Serupa Tapera

1. Belanda

Belanda juga telah menerapkan program serupa dengan Tapera. Di sana, Sociale huurwoningen atau perumahan sosial ditawarkan kepada masyarakat Belanda dengan tarif bersubsidi.

Penduduk Belanda membayar tidak lebih dari 710,68 euro per bulan atau sekitar Rp12,4 juta untuk rumah bersubsidi, sementara sisanya ditanggung oleh pemerintah. Pengendalian sewa agar tidak naik lebih dari 4,3% per tahun.

Selain itu, sistem poin digunakan untuk mengelola perumahan, menentukan nilai properti yang akan dihuni pemohon dan sewanya. Sistem ini diawasi oleh dana perumahan pusat, yaitu Centraal Fonds Volkshuisvesting.

2. Singapura

Singapura juga sudah lebih dulu menjalankan program subsidi rumah untuk rakyatnya. Pemerintah Singapura memiliki Central Provident Fund (CPF), yaitu skema tabungan jaminan sosial wajib yang didanai oleh kontribusi dari pemberi kerja dan pekerja.

CPF adalah pilar utama sistem jaminan sosial Singapura. Program ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pensiun, perumahan, dan perawatan kesehatan.

Pengusaha dan karyawan masing-masing menyumbang 17% dan 20% dari gaji bulanan biasa, hingga batas atas pendapatan sebesar 6.800 dolar Singapura atau sekitar Rp81,3 juta. Dengan demikian, kontribusi maksimum mereka adalah 1.156 dolar Singapura, dan 1.360 dolar Singapura per bulan.

3. Malaysia

Pemerintah Malaysia telah mengeluarkan berbagai insentif untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah dan pembeli rumah pertama mereka. Bantuan ini dikenal sebagai program insentif pemerintah.

Ada beberapa program provinsi yang membantu pembeli rumah pertama kali. Umumnya dengan mengurangi pajak pengalihan tanah, sebagaimana tercatat dalam data Asosiasi Perumahan Internasional (IHA).

Selain itu, ada juga Malaysian Employee Provident Fund (EPF) di Malaysia, yang merupakan tabungan wajib untuk masa pensiun dan pembelian rumah, khususnya untuk karyawan sektor swasta.

Melalui EPF, karyawan diharuskan menyumbangkan 11% dari pendapatan kotor mereka, sementara pemberi kerja menambahkan kontribusi sebesar 12-13% dari gaji karyawan.

4. Chili

Chili juga telah menerapkan program serupa dengan Tapera. Dalam 30 tahun terakhir, Chili berhasil menyediakan akses perumahan terjangkau.

Menurut Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), proporsi keluarga dan individu yang tidak memiliki rumah atau tinggal di perumahan di bawah standar menurun dari 23% pada tahun 1992 menjadi 10% pada tahun 2011.

Penyediaan perumahan terjangkau ini mencakup subsidi untuk membeli dan menyewa bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah.

Ada juga subsidi regenerasi perumahan untuk rumah tangga di tiga kuintil pertama distribusi pendapatan melalui program Subsidios para Acondicionamiento Termico de la Vivienda.

Program seperti Subsidios para Acondicionamiento Termico de la Vivienda juga menawarkan subsidi regenerasi perumahan untuk rumah tangga di tiga kuintil pertama distribusi pendapatan, termasuk perbaikan atap dan dinding.

Namun, kualitas perumahan yang buruk dan kepadatan penduduk masih menjadi masalah di Chili. Masih menjadi masalah dibandingkan dengan standar internasional, sebab melakukan segregasi perumahan di wilayah perkotaan.

5. China

Pemerintah China juga menjalankan program serupa dengan Tapera di Indonesia, yaitu Tunjangan Karyawan Wajib. Program ini mencakup dana pensiun, asuransi kesehatan, asuransi tuna karya, asuransi keselamatan kerja, tunjangan persalinan, dan dana perumahan.

Program perumahan ini wajib bagi pekerja dan pemberi kerja, tanpa melibatkan sektor informal. Pekerja menyumbang 5% dari gaji mereka, sementara pemberi kerja menanggung sisanya sebesar 20%.

6. Meksiko

Di Meksiko, perumahan untuk kelompok berpenghasilan rendah disediakan melalui perumahan swadaya. Dalam sepuluh tahun terakhir, beberapa program telah diperkenalkan untuk membantu perumahan sosial atau terjangkau, termasuk program “Tu Casa” dan “Vivienda Rural.”

Program ini memberikan hibah untuk pembangunan rumah baru, pembelian rumah yang sudah ada, dan renovasi rumah. Pada tahun 2007, program “Esta es tu Casa” diperkenalkan dengan tujuan membantu rumah tangga yang pendapatannya kurang dari lima kali upah minimum untuk pembelian rumah, konstruksi, atau perbaikan.

Dana program ini disalurkan melalui badan eksekutif seperti bank dan lembaga perumahan. Produksi perumahan sosial kini juga mengintegrasikan prioritas seperti keberlanjutan dan redensifikasi di dalam kota.

7. Filipina

Filipina juga termasuk negara yang telah menerapkan program serupa Tapera. Di Filipina, pekerja dan pemberi kerja dari sektor formal maupun informal diwajibkan mengikuti program iuran. Iuran ini digunakan untuk dana pensiun, kecelakaan kerja, dan pembiayaan perumahan pesertanya.

Namun, sektor informal baru bisa mengikuti program jika pendapatan mereka lebih dari 1.000 peso per bulan. Pekerja akan dikenakan iuran sebesar 3,63% dari gaji mereka, sementara perusahaan membayar 7,37%. Untuk sektor informal, iuran ditetapkan sebesar 11%.

8. Korea Utara

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah meresmikan 10.000 unit rumah baru pada awal tahun 2023. Jumlah tersebut merupakan bagian dari program Kim Jong Un untuk membangun 50.000 rumah baru hingga tahun 2025.

Kim menyatakan, membangun 50.000 unit rumah susun di ibu kota adalah rencana yang telah lama diidamkan oleh partai penguasa dan pemerintah sebagai prioritas utama untuk memberikan kondisi hidup yang lebih stabil kepada warga, menurut KCNA.

Proyek ini digalakkan oleh Kim Jong Un untuk mencapai kemajuan ekonomi dan meningkatkan standar hidup masyarakat di tengah kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh berbagai sanksi dan pembatasan perbatasan negara selama pandemi COVID-19.

9. Kenya

Pasal 43 (1)(b) Konstitusi Kenya menyatakan, setiap orang berhak atas perumahan yang mudah diakses dan memadai, serta standar sanitasi yang wajar. Namun, perumahan telah menjadi tantangan besar di Kenya, terutama di pusat perkotaan, di mana sekitar 61% rumah tangga tinggal di permukiman informal.

Berdasarkan data dari LSM perumahan internasional Habitat for Humanity, pemerintah Kenya hanya menyediakan 50.000 rumah setiap tahunnya. Jumlah ini jauh di bawah kebutuhan sebenarnya, yaitu sekitar 250.000 unit per tahun, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi 55 juta penduduk Kenya.

Rencana awal Presiden Kenyatta adalah membangun 500.000 unit rumah dalam lima tahun di kota-kota dan wilayah metropolitan di seluruh negeri melalui skema perumahan terjangkau. Program ini dikenal sebagai Boma Yangu, yang berarti ‘Rumahku’ dalam bahasa Kiswahili, dan melibatkan kontribusi dari pekerja melalui sistem potongan gaji (check-off).

Bagi mereka yang bekerja di sektor informal, kontribusi sukarela sebesar 10% dari pendapatan mereka diperlukan untuk mengumpulkan uang jaminan. Uang jaminan ini diperlukan sebagai langkah awal untuk menjadi pemilik rumah.

Namun, beberapa masalah muncul seperti pendanaan yang tidak mencukupi untuk program tersebut, hipotek yang tidak terjangkau, dan kekurangan lahan yang tersedia untuk pembangunan. Africa Check mencatat, lebih dari 3% (13.529 unit) dari target 500.000 unit rumah yang seharusnya dibangun pada akhir tahun 2022 akhirnya rusak.

Namun, nasib skema yang kemudian berganti nama menjadi Program Perumahan Terjangkau, saat ini tidak pasti. Hal ini disebabkan penolakan terhadap retribusi wajib yang diberlakukan pada pekerja berpenghasilan tetap di Kenya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 30 May 2024

Tulisan ini telah tayang di balinesia.id oleh Redaksi pada 30 Mei 2024

Editor: Redaksi Daerah

RELATED NEWS