Dibutuhkan Praktik ESG dalam Industri Sawit Nasional

Herlina - Rabu, 28 September 2022 19:38 WIB
Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat Indonesia merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia yang menyumbang 54% market share dunia. (foto : ist/lyfebengkulu)

JAKARTA,LyfeBengkulu.com – Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang terbesar kebutuhan produk sawit di dunia terus berupaya memenuhi tuntutan global. Salah satunya dengan menerapkan prinsip Environmental (Lingkungan), Social (Sosial), dan Governance (Tata Kelola Perusahaan yang baik) atau biasa disingkat ESG. Saat ini dalam praktik bisnis dan investasi di industri kelapa sawit ESG sudah menjadi kebutuhan.

Produk industri kelapa sawit nasional menjangkau lebih dari 125 negara untuk keperluan pangan, energi, dan aneka industri hilir lainnya. Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat Indonesia merupakan negara produsen sawit terbesar di dunia yang menyumbang 54% market share dunia.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan situasi itu pula yang mendorong peningkatan perhatian Indonesia supaya terwujudnya industri sawit berkelanjutan (sustainability) dan berdampak bagi kesejahteraan rakyat. Salah satunya melalui kebijakan Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

”Secara Business to Business, ESG telah diterapkan sebagian besar perusahaan, khususnya perusahaan besar. Kami terus mendorong semua perusahaan menerapkan ESG yang salah satunya melalui enforcement (penerapan) ISPO,” ucap Joko.

ESG telah disadari berperan penting dalam kelangsungan bisnis perusahaan dan pada akhirnya berdampak positif terhadap industri. ”ESG tidak lagi menjadi tuntutan semata tapi saat ini dan ke depan telah menjadi kebutuhan, jika perusahaan ingin menjadi bagian dari dinamika bisnis global,” tegasnya.

Tantangan yang dihadapi pelaku industri sawit dalam penerapan prinsip ESG adalah dari munculnya aspek biaya. Terutama dihadapi pelaku industri yang masih berskala kecil. ”Disamping itu, beberapa dispute regulasi belum sepenuhnya terselesaikan secara tuntas,” kata Joko.

Dampak positif penerapan prinsip ESG itu sendiri mulai dirasakan para pelaku industri karena sejalan dan mendukung kinerja bisnis perusahaan. Salah satunya PT Menthobi Karyatama Raya (MKTR) perusahaan yang bergerak di industri agro dan merupakan bagian dari grup Maktour, ketika menghadapi persoalan akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) baru-baru ini.

Selain membina hubungan baik dengan para petani sawit lokal sebagai salah satu implementasi prinsip ESG dari kriteria Social (Sosial) MKTR memang memberdayakan masyarakat sekitar bekerjasama dengan Kepala Desa pada perkebunan di Kalimantan Tengah. Salah satunya untuk pengangkutan sawit dari perkebunan ke pabrik.

”Meskipun MKTR memiliki entitas bisnis bidang transportasi namun kami tetap memberdayakan warga sekitar yang memiliki armada truk untuk mengangkut hasil perkebunan,” ucap Direktur Utama MKTR, Harry Mohamad Nadir.

Hasilnya terbina hubungan emosional yang positif antara MKTR dengan masyarakat mitra di lingkungan sekitar. Maka ketika terjadi kenaikan harga BBM yang menimbulkan kenaikan biaya operasional sehingga harus dilakukan penyesuaian biaya, komunikasi antara Perusahaan dengan para mitra dari masyarakat sekitar terjalin dengan baik.

”Selalu ada ruang komunikasi yang positif untuk mencari titik temu atas persoalan yang terjadi seperti ketika menghadapi kenaikan harga BBM yang otomatis membuat biaya operasional para mitra pemilik truk untuk pengangkutan sawit menjadi meningkat. Alhamdulillah tidak terjadi gejolak di MKTR yang mungkin terjadi dan dihadapi pelaku industri lainnya,” Harry mengungkapkan.

Suasana kondusif seperti itu, kata Harry, menjadi salah satu bukti bahwa praktik tata kelola perusahaan yang baik melalui penerapan prinsip ESG memang sejalan, mendukung, dan berdampak positif terhadap kinerja bisnis.

Termasuk juga dalam upaya optimalisasi kapasitas produksi pabrik kelapa sawit. Harry mengatakan, hasil dari perkebunan MKTR dengan area tertanam seluas lebih dari 6 ribu hektar saat ini memenuhi sebesar 60% dari kapasitas produksi pabrik kelapa sawit. Maka sebesar 40% sisanya terpenuhi dari petani sawit yang bermitra dengan perusahaan.

Adapun pabrik kelapa sawit milik Perseroan saat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 30 ton perjam yang beroperasi 20 jam perhari. ”Utilisasi kapasitas produksi pabrik kelapa sawit MKTR saat ini mencapai 107%. Ada begitu banyak perusahaan sawit di Kalimantan Tengah yang bisa jadi pilihan petani sawit untuk bekerjasama namun dengan hubungan baik yang terjalin, kami bersyukur mereka percaya dan memilih menjual hasil kebunnya kepada kami,” ucapnya.

Pada akhirnya penerapan prinsip ESG tersebut sangat membantu MKTR dalam pemenuhan Sistem Sertifikasi ISPO dan sertifikasi sistem manajemen mutu (ISO) di industri. (ta)

Editor: Herlina

RELATED NEWS