Media Berperan Mencegah Kekerasan Seksual

Herlina - Sabtu, 27 Agustus 2022 20:14 WIB
Untuk menyatukan persepsi dalam menerbitkan berita tentang kekerasan seksual, Yayasan PUPA didukung Asean Trust Community (ACT) bersama Bincang Perempuan menggelar briefing media, Sabtu (28/08). Media berperan strategis dalam upaya pencegahan kekerasan seksual di khalayak publik.

BENGKULU,LyfeBengkulu.com- Kekerasan seksual merupakan isu sosial yang perlu dilakukan sekaligus sulit untuk dilaporkan dalam media. Media dapat digunakan untuk membantu menciptakan pemahaman yang lebih baik mengenai sikap publik yang tidak dapat ditoleran seperti kekerasan seksual ini. Bahkan media berperan menjadi pencegah terjadinya kekerasan seksual berkelanjutan.

Direktur Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu, Susi Handayani mengatakan, media berperan strategis dalam upaya pencegahan kekerasan seksual di khalayak publik.

Selain dapat menjadi sarana edukasi ke masyarakat, media juga berperan menekan kasus kekerasan seksual hingga mengungkap sisi lain atas terjadinya kekerasan seksual.

Namun, akhir-akhir ini banyak media tidak lagi menjadi pencegah, malah sebaliknya mereka secara tidak sadar telah menjadi pendukung kasus kekerasan seksual.

Dalam konteks ini PUPA menilai masih banyak kesalahan penulisan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh media.

"Masih banyak media secara terang-terang menulis kata dan kalimat yang tidak pantas untuk dikonsumsi oleh publik yang malah makin menyudutkan korban kekerasan seksual," kata Susi pada Media Briefing di Cafe Umak Coffee, Kota Bengkulu, Sabtu (27/08).

Susi menilai banyak kata dan kalimat yang salah ditulis oleh media seperti kata perkosaan ataupun menggagahi, menggarap dan lainnya, padahal itu tidak boleh ditulis seperti itu.

"Ada kata yang lebih bijak ketika digunakan untuk menjadi kata ganti seperti "korban kekerasan seksual", dan asusila dan rudapaksa," ujarnya.

Susi meminta media agar bisa menyajikan berita dengan informasi yang tidak menggiring pembaca untuk melakukan kekerasan seksual lainnya.

Dalam hal ini, Ia meminta media tidak menyertakan kosa kata dan narasi yang justru memancing orang untuk berbuat asusila.

"Media didorong menulis berita tanpa harus memberitahu kepada pembaca bagaimana pelaku melakukan pemerkosaan ataupun kronologis persis korban diperkosa sampai-sampai menyebutkan organ intimnya," pinta Susi.

"Media cukup memberitakan pelaku yang melakukan pemerkosaan tersebut, korban jangan diberitakan, mereka itu sudah tertekan secara psikologi. Jika diberitakan seperti itu bisa membuat trauma yang mereka alami menjadi semakin lama," imbuhmya.

Sementara itu, Founder Bincang Perempuan, Betty Herlina mengatakan, media harus bisa menyajikan berita lebih informatif dan menolak segala bentuk kekerasan seksual termasuk kekerasan berbasis gender online (KBGO).

"KBGO bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat kita, bahkan secara tidak sadar sudah marak terjadi. Hal ini seiring dengan perkembangan zaman dan makin mudahnya akses internet oleh kalangan manapun," ujar Betty.

Ia menjelaskan, KBGO merupakan kekerasan berbasis gender yang dilakukan atau difasilitasi melalui ruang siber atau online. Dalam cakupan ini, pelaku KBGO melakukan tindakannya secara langsung dan tanpa menyentuh korban namun secara perlakuan telah menyasar ranah intim.

Menurutnya, jika media massa tidak bisa membantu mencegah kekerasan seksual maka kasus seperti ini akan terus terjadi, bahkan saat ini KBGO menjadi salah satu bentuk kekerasan yang mulai marak terjadi baik di nasional maupun di daerah.

"Peran media itu cukup besar, sehingga dibutuhkan dalam upaya menekan kasus kekerasan di daerah," tutupnya. (mb)

Editor: Herlina

RELATED NEWS