Jumlah Orang yang Terusir Akibat Perang Mencapai Tingkat Mengejutkan, Tertinggi dalam Dekade – UNHCR
JAKARTA, LyfeBengkulu,com- Jumlah orang yang mengungsi akibat perang, kekerasan, dan penganiayaan di seluruh dunia berada pada tingkat yang sangat tinggi, di saat yang sama dimana pendanaan kemanusiaan semakin menipis. Satu-satunya titik terang adalah meningkatnya jumlah orang yang dapat kembali ke negara asal, terutama ke Suriah, berdasarkan data UNHCR, Badan Pengungsi PBB, hari ini.
UNHCR baru – baru ini merilis 2024 Global Trends dan 2024 Global Report, sebelum Hari Pengungsi Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 20 Juni.
Terdapat 122,1 juta orang yang terpaksa mengungsi hingga akhir April 2025, meningkat dari 120 juta pada periode yang sama tahun lalu. Ini mencerminkan peningkatan tahunan selama sekitar satu dekade dalam jumlah pengungsi dan orang-orang lain yang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Faktor utama pengungsian tetap berasal dari konflik besar seperti di Sudan, Myanmar, dan Ukraina, serta konflik dan pertempuran lama yang terus bekelanjutan.
- Pertamina Geothermal Energy Siap Kawal Transisi Energi Bersih sebagai Perusahaan Panas Bumi Terbesar di Indonesia
- PIPES 2025: Pertagas Satukan Visi Energi Nasional, Dorong Kemandirian dan Infrastruktur Gas Bumi Terintegrasi
- PGN Pertahankan Peringkat “Sangat Sehat AAA” Tahun Buku 2024, Bukti Konsistensi Operasional dan Efisiensi Biaya
Filippo Grandi, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, mengatakan: “Kita hidup dalam masa ketidakstabilan yang intens dalam hubungan internasional, dengan perang modern yang menciptakan kondisi yang rapuh dan menyedihkan, yang mengakibatkan penderitaan manusia yang parah. Kita harus melipatgandakan upaya untuk mencari perdamaian dan menemukan solusi jangka panjang bagi para pengungsi dan mereka yang terpaksa mengungsi.”
Orang-orang yang terpaksa mengungsi mencakup mereka yang mengungsi di dalam negerinya sendiri akibat konflik, yang jumlahnya meningkat tajam sebesar 6,3 juta menjadi 73,5 juta pada akhir 2024, serta pengungsi yang melarikan diri ke luar negeri sebanyak 42,7 juta orang. Sudan menjadi negara dengan situasi pengungsian terpaksa terbesar di dunia, dengan 14,3 juta pengungsi dan pengungsi internal (IDP), menggantikan Suriah (13,5 juta), diikuti oleh Afghanistan (10,3 juta) dan Ukraina (8,8 juta).
Laporan ini menemukan bahwa, bertentangan dengan persepsi umum di wilayah-wilayah yang lebih kaya, 67 persen pengungsi tinggal di negara tetangga, dengan negara berpenghasilan rendah dan menengah menampung 73 persen pengungsi dunia.Sementara, 60 persen dari mereka yang mengungsi tidak pernah meninggalkan negaranya sendiri.
Meski jumlah orang yang terpaksa mengungsi meningkat hampir dua kali lipat dalam satu dekade terakhir, jumlah pendanaan yang diterima UNHCR saat ini hanya sebesar hampir sama dengan pendanaan di tahun 2015, dikarenakan pemotongan brutal dan berkelanjutan terhadap bantuan kemanusiaan. Situasi ini tidak dapat berlanjut karena akan membuat para pengungsi serta orang-orang yang melarikan diri dari bahaya menjadi semakin rentan.
- KRIMINALISASI KEPUTUSAN ADMINISTRATIF: Kasus Ahmad Kanedi dalam Sorotan Hukum Administrasi Negara
- Astra Gelar 16th SATU Indonesia Awards 2025 di Manado, Jaring Generasi Muda Inspiratif
- Transformasi Teknologi Augmented Reality pada Pembelajaran Matematika
“Bahkan di tengah pemotongan yang menghancurkan ini, kami melihat beberapa sinar harapan dalam enam bulan terakhir,” tambah Grandi. “Hampir 2 juta warga Suriah telah dapat kembali ke rumah mereka setelah lebih dari satu dekade terusir. Negara itu tetap rapuh, dan Masyarakat masih membutuhkan bantuan kita untuk membangun kembali kehidupan mereka.” Secara total, 9,8 juta orang yang terpaksa mengungsi kembali ke rumah mereka pada tahun 2024, termasuk 1,6 juta pengungsi (jumlah tertinggi dalam lebih dari dua dekade) dan 8,2 juta IDP (jumlah tertinggi kedua yang pernah tercatat).
Namun, banyak dari kepulangan ini terjadi dalam kondisi politik atau keamanan yang buruk. Misalnya, sejumlah besar warga Afghanistan terpaksa kembali ke negaranya pada tahun 2024, dan tiba di rumah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Di negara-negara seperti Republik Demokratik Kongo, Myanmar, dan Sudan Selatan, terjadi pengungsian paksa baru yang signifikan pada saat yang sama dengan kembalinya para pengungsi dan IDP.
Laporan ini menyerukan pendanaan berkelanjutan untuk program-program UNHCR yang menyelamatkan nyawa, membantu pengungsi dan IDP yang kembali ke rumah mereka, serta memperkuat infrastruktur dasar dan layanan sosial di komunitas tuan rumah, sebagai investasi penting bagi keamanan regional dan global.