Menikmati Sidat, Lapang Menjaga Alam

Herlina - Sabtu, 31 Desember 2022 18:38 WIB
Randi Anom Putra, salah satu penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017 dalam kategori Kelompok bidang Lingkungan. (foto : tangkapan layar YouTube Astra)

BENGKULU, LyfeBengkulu.com- "Orientasi kami bukan profit semata, tapi bagaimana memberikan benefit untuk orang banyak termasuk menjaga lingkungan," ungkap Randi Anom Putra penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017 dalam kategori Kelompok bidang Lingkungan, saat dijumpai, Sabtu (31/12) di kediamanannya.

Berawal dari senang mengkonsumsi ikan sidat, Randi Anom Putra, memiliki ide untuk memproduksi ikan Sidat dalam jumlah besar. Mimpinya ingin memperkenalkan Provinsi Bengkulu dengan potensi ikan sidat, yang kaya protein dan nilai ekonomis tinggi.

Randi mulai mempelajari tentang ikan Sidat secara autodidak. Bahkan, lewat skripsi dengan tema ikan Sidat dengan judul "Pengaruh Hujan dan Tidak Hujan Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Sidat (Angguilla, spp) menggunakan bubu di Das Air Hitam Kota Bengkulu" ia berhasil menamatkan kuliahnya dari jurusan Kelautan dan Perikanan Universitas Bengkulu, tahun 2008 lalu.

Mimpi tersebut mengantarkan Randi pada upaya pelestarian ikan Sidat. Ia bersama dua rekannya, Rego Damantara dan Akri Erfianda, mendirikan Penyuluh Penangkap Ikan Sidat Liar (PPILAR). Tujuannya mengubah pola tangkap ikan Sidat yang dilakukan nelayan selama ini agar menjadi ramah lingkungan dan tidak merusak populasi ikan. Namun tetap memberikan nilai ekonomis yang tinggi.

"Ikan Sidat ini unik, tidak bisa dikembangbiakan seperti ikan lain, tapi kita bisa membesarkan ikan tersebut, dan ini prosesnya lama bisa sampai dan6 bulan agar bernilai tinggi. Kendalanya nelayan menangkap ikan dengan potas dan sentrum, ini jelas merusak populasi ikan Sidat dan ikan-ikan lainnya," papar Randi.

Ikan Sidat yang ditangkap dengan menggunakan sentrum dan potas, lanjut Randi hanya bertahan satu minggu, selebihnya ikan tersebut mati. "Kalau sudah mati kita tidak bisa membesarkan ikan Sidat dan keberlangsungan bisnis ini tidak akan berjalan," katanya.

Ancaman atas berkurangnya populasi ikan Sidat, membuat Randi bersama rekan-rekannya yang tergabung di PPILAR, harus mengubah pola tangkap menjadi ramah lingkungan. Pilihannya menggunakan bubu dan jaring sebagai alternatif. Saat ini PPILAR membina 15 kelompok nelayan tangkap Sidat yang tersebar di Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur dan Bengkulu Utara.

"Kalau hanya memikirkan profit penangkapan sidat dengan sentrum dan potas kami bisa mendapatkan margin yang besar, kami bayar Rp 70 per kg saja, nelayan sudah senang, kami bisa jual Rp 100 per kg. Tapi bisnis ini tidak hanya bicara keuntungan, mindset nelayan harus diubah agar ikan Sidat tetap ada di alam. Supaya anak cucu tetap bisa menikmati Sidat nanti. Kami ajarkan bagaimana menggunakan bubu dan jaring. Hasilnya pun kami beli dengan harga yang lebih mahal dibandingkan pasaran," papar Rego Damantara.

Randi Anom Putra dan Rego Damantara penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017 dalam kategori Kelompok bidang Lingkungan, saat dijumpai, Sabtu (31/12) di kediamanannya.

Berkurangnya ikan Sidat di alam akibat kerusakan penggunaan sentrum dan potas, yang berdampak dengan kerusakan habitat juga disampaikan Kepala Seksi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Perairan Darat Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Dony Armanto, pada Health Liputan6.com, ditulis Sabtu (31/8/2019), yang dikutip Sabtu (31/12).

“Jika dibandingkan dengan jumlah ikan sidat dua puluh tahunan yang lalu. Yang tadinya banyak malah sangat berkurang sekarang. Penyebabnya adalah kerusakan habitat, penangkapan berlebihan, pencemaran, hingga pembangunan bendungan,” terangnya.

Pentingnya menjaga keberlangsung ikan Sidat, membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencadangkan 10 lokasi kabupaten/kota sebagai kawasan daerah pelarangan penangkapan ikan sidat sebagai upaya perlindungan perikanan sidat yang berkelanjutan salah satunya di wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu.

Pelarangan itu akan dituangkan dalam regulasi KKP, sebagai kerangka implementasi Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 118 Tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Sidat.

"Siklus hidup ikan sidat diperkirakan dapat mencapai 30 tahun dan berenang hingga ribuan kilometer untuk memijah di laut dalam. Dengan siklus biologi yang demikian unik, daerah larangan penangkapan ikan sidat menjadi sangat mendesak untuk segera ditetapkan guna menambah upaya perlindungan bagi kelangsungan hidup ikan sidat," kata Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Haryono yang dikutip dari Antara (18/10/22).

Ikan Sidat, dalam ekosistem alam diketahui memiliki fungsi menjaga kelestarian sumber sumber air yang berada di daerah hulu. Dosen Fakultas Perikanan UGM Sukardi, mengatakan ikan Sidat mempunyai sifat alamiah untuk berenang menuju ke hulu, untuk mencari sumber atau mata air.

“Sidat suka masuk ke mata air, termasuk urat-urat atau lubang lubang mata air, sehingga jalan air yang tertutup lumpur akan terbuka dan lancar,” terang Sukardi.

Potensi ikan sidat di Bengkulu

Ikan Sidat, salah satu jenis ikan yang tergolong dalam famili Anguillidae. Ikan ini biasanya hidup di perairan air tawar maupun air laut, terutama di daerah tropis dan subtropis. Ikan sidat biasanya memiliki warna dasar abu-abu kehitaman dan ditutupi dengan garis-garis vertikal gelap yang menyelimuti tubuhnya.

Dilansir dari (Suitha dan Suhaeri, 2008), ikan Sidat memiliki tubuh memanjang dan dilapisi sisik kecil berbentuk memanjang. Susunan sisiknya tegak lurus terhadap panjang tubuhnya. Sisik biasanya membentuk pola mozaik mirip anyaman bilik. Sirip dibagian anus menyatu dan berbentuk seperti jari-jari yang terlihat lemah. Sirip dada terdiri atas 14-18 jari-jari sirip

Kandungan vitamin ini tidak kalah dengan ikan Salmon. Mengutip hasil penelitian jurnal IPB Volume 21 Nomor 3 Tahun 2018 menyebutkan bahwa ikan sidat kaya akan vitamin A, E, dan asam lemak tak jenuh Eicosapentaenoic acid (EPA) dan Docosahexaenoic acid (DHA) atau lemak omega-3.

Ikan Sidat memiliki banyak nama sesuai daerah penghasil, seperti ikan uling, ikan moa, ikan larak. Di Bengkulu, ikan Sidat dikenal dengan nama ikan pelus. Sebagai salah satu daerah dengan potensi ikan Sidat, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan produksi ikan sidat di Provinsi Bengkulu masih sangat rendah dengan produksi yang tercatat sebanyak 8 ton per tahun hanya 5% dari total produksi ikan air tawar (KKP 2018)

Menangkap dan mengembalikan ke alam

Ikan Sidat diketahui sebagai salah satu ikan yang menghabiskan waktu hidupnya di perairan tawar, khususnya sungai, dan kemudian ke laut untuk bertelur (Hovarth & Municio, 1998). Siklus hidup ikan Sidat umumnya terdiri dari lima stadia, yaitu larva (leptocephalus), benih ikan Sidat (glass Eel), ikan Sidat berpigmen (elver), ikan Sidat muda (yellow Eel), dan ikan Sidat dewasa (silver Eel) (McKinnon, 2006).

"Biasanya kami tangkap ukuran fingger kemudian dibesarkan sampai dengan 6 bulan, kira-kira ukuran 4 ekor untuk 1 kg. Itu bisa jual diharga Rp 120 ribu per kg, dengan modal pembelian di nelayan Rp 65 per kg," terangnya.

Setiap bibit ikan Sidat ukuran fingger sebelum masuk ke kolam pembesaran akan dikaratina dulu selama 2 minggu, kemudian diajari mengkonsumsi pelet, barulah dimasukan ke kolam pembesaran. Namun lanjut Randi, kurun 4 tahun bergelut dengan pola pembesaran ikan Sidat ukuran fingger, membuatnya khawatir dengan keberlangsungan ikan Sidat.

"Ke depan kami akan membeli benih ikan Sidat ukuran glass Eel, selain lebih mudah mengajarkan mengkonsumsi pelet, jumlahnya juga lebih banyak sehingga sebagian ikannya jika sudah besar akan kami kembalikan ke alam. Tentunya kami masih harus memodifikasi bubu yang digunakan saat ini dan melakukan pembinaan lagi ke nelayan yang ada," pungkasnya. (bth)

Editor: Herlina

RELATED NEWS